Seorang yang berakal sehat tidak mungkin menerima, bahwa
orang yang sudah meninggal dan tidak dapat bergerak serta kehilangan fungsi
anggota tubuhnya dapat mendatangkan manfaat bagi dirinya, apalagi bagi orang
lain. Hal ini ditegaskan oleh Dr. Abdul Karim Al ‘Aqel dalam Buku Benteng
Tauhid oleh Sekumpulan Ulama, terbitan Dar Alqassem Saudi Arabia.
Ritual yang dianggap bagian dari beragama, padahal termasuk
syirik ataupun bid’ah, masih saja dilakukan oleh sebagian kaum muslimin.
Kegiatan dalam bentuk ziarah ke kubur orang-orang yang dianggap shaleh diiringi
menyampaikan keinginan serta untuk menolak mala petaka, sepertinya tetap ada
dan terpelihara ditengah-tengah sebagian masyarakat muslim. Bagi yang masih
melakukannya, cermati sungguh-sungguh penjelasan Dr. Abdul Karim Al ‘Aqel
tersebut.
Dr. Abdul Karim Al ‘Aqel menulis panjang lebar tentang
bertawassul dengan para Nabi dan orang-orang shaleh. Dilengkapi pula dengan
ayat-ayat Al-Qur’an, hadits-hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Untuk pengajaran bagi kita, saya kutipkan sebagian dari tulisan tersebut.
Sebagai dampak langsung dari jauhnya kebanyakan kaum muslimin
dari Tuhan serta jahilnya mereka akan agama, tersebarlah berbagai macam bentuk
kemusyrikan, bid’ah, khurafat dikalangan umat ini. Diantara bentuk-bentuk
kemusyrikan yang tersebar luas, ialah sikap (berlebihan) sebagian kaum muslimin
dalam mengagungkan orang-orang yang mereka anggap wali dan shaleh, sehingga
mereka menyeru (berdo’a kepada) mereka disamping (menyeru) Allah. Mereka
berkeyakinan, bahwa sesungguhnya wali-wali dan orang-orang shaleh itu dapat
memberi manfaat dan menimbulkan mudharat, sehingga mereka mengagungkan dan
melakukan thawaf (berkeliling) di kuburan-kuburan mereka, dengan anggapan bahwa
apa yang mereka lakukan itu adalah merupakan tawassul (mengambil perantara)
kepada Allah untuk menunaikan bermacam hajat, atau untuk menolak berbagai mala
petaka.
Seandainya orang-orang awam ini mau kembali kepada Al-Qur’an dan
sunnah dan memahami kandungan keduanya tentang masalah do’a dan tawassul,
niscaya mereka tahu, mana sebenarnya tawassul yang dibenarkan dalam syari’at
Islam.
Sesungguhnya tawassul yang benar dan disyari’atkan ialah
dengan jalan patuh kepada Allah dan rasul-Nya, dengan melakukan segala
perintah, menjauhi semua larangan, mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah
dengan amal-amal shaleh dan meminta kepada Allah dengan (menyebut) Al Asma
Alhusna (nama-nama Allah yang baik) dan sifat-sifat-Nya yang agung.
Inilah cara (yang benar dalam) mendekatkan diri kepada Allah
dan jalan menuju rahmat dan keridhaan-Nya. Sedangkan tawassul (mencari jalan
mendekatkan diri) dengan cara datang (mengadu) ke kuburan-kuburan, berthawaf disekelilingnya,
bernadzar kepada penghuninya dan meratap dipintu-pintunya dengan tujuan agar
kebutuhan terpenuhi dan terlepas dari kesempitan hidup dan mara bahaya,
bukanlah tawassul yang dibenarkan oleh syariat, bahkan hal itu merupakan
kemusyrikan dan kekafiran.
Adapun riwayat yang mengatakan Umar bin Khattab pernah
bertawassul kepada Abbas radhiyallahu ‘anhu yang dijadikan alasan oleh sebagian
orang untuk membenarkan tawassul kepada seseorang, sebenarnya Umar hanya
bertawassul dengan perantara do’a Abbas, bukan pribadinya. Sebab tawassul
dengan perantaraan do’a seseorang tidak sama dengan tawassul dengan pribadinya,
dengan syarat orang tersebut masih hidup. Karena bertawassul dengan do’a
seseorang adalah dibolehkan syari’at, dengan syarat orang yang do’a nya
dijadikan perantara itu adalah orang yang shaleh.
Kemudian, kalau orang yang sudah meninggal dunia yang
didatangi seseorang untuk meminta kepada Allah dengan (perantaraan) berkahnya dan yang diminta bantuannya,
setelah mati, sama sekali tidak mampu melakukan sesuatu atau memberi manfaat
kepada dirinya, bagaimana dia mampu memberi manfa’at kepada orang lain.?
Seorang yang berakal sehat tidak mungkin menerima, bahwa
orang yang sudah meninggal dan tidak dapat bergerak serta kehilangan fungsi
anggota tubuhnya dapat mendatangkan manfaat bagi dirinya, apalagi bagi orang
lain. (Dr. Abdul Karim Al ‘Aqel dalam Buku Benteng Tauhid oleh Sekumpulan
Ulama)
Pekanbaru, Januari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar