Sudah banyak pendapat para pakar dan politisi mengenai wacana Gubernur dipilih oleh DPRD. Dan rancangan Undang-Undang nya pun sudah disiapkan. Sistim seperti ini sudah pernah diterapkan yaitu selama masa orde baru. Apakah ini suatu pengakuan, bahwa tidak semua sistim orde baru itu perlu dirombak.
Bukan kapasitas saya melihat hal ini dari sisi politik ataupun ketata negaraan. Karena saya hanya seorang warga negara biasa biasa saja. Perobahan sistim pemilihan pemerintahan pusat maupun daerah, tidak membawa perobahan siknifikan terhadap kehidupan saya. Saya tidak mempunyai data, berapa banyak penduduk negeri ini yang hampir sama dengan saya. Artinya, pergantian sistim pemerintahan tidak membawa perobahan signifikan. Sebagai seorang PNS, perobahan signifakan saya rasakan dengan adanya otonomi daerah. Perubahannya sangat saya rasakan. Saya juga tidak mempunyai data, berapa banyak PNS yang mengalami perobahan seperti saya. Yang saya tahu, wacana untuk menghidupkan kembali Unit Kerja Departemen tersebut didaerah, tidak mendapat respon yang menggalakkan.
Akhir-akhir ini, negeri ini selalu ramai dengan wacana tentang pemerintahan dengan berbagai perangkatnya. Pemilu, Pemilu Kada, Partai Politik, Daerah Istimewa dan lain-lain, selalu muncul di media massa. Menjadi tanda tanya bagi saya, apakah hal itu memang sangat dibutuhkan sebagian besar penduduk negeri ini ?
Mencermati kehidupan sehari-hari, seperti nya yang paling dibutuhkan sekarang ini adalah adanya kejelasan. Bidang apapun. Kejelasan tersedianya bahan pokok, kejelasan tersedianya BBM dan harganya, kejelasan pengelolaan pendidikan, kejelasan penegakan aturan dan kejelaan arah tujuan negeri ini.
Salah satu ketidak jelasan yang dapat dirasakan hampir setiap hari adalah tentang berlalu lintas. Razia oleh aparat sudah sering dilakukan. Petugas juga selalu ada ditempat-tempat tertentu. Namun, ketidak tertiban pengguna jalan dapat dilihat dengan mudah.
Singapura dan Jepang adalah contoh negara yang berhasil membuat tertib warganya berlalu lintas. Singapura menerapkan sistim denda yang besar. Pengguna kendaraan disini sangat takut melanggar peraturan lalu lintas karena takut kena denda. Sedangkan Jepang menanamkan budi pekerti sejak dini. Pengguna jalan raya disini tertib, karena merasa malu melanggar peraturan. Tidak ada petugas yang mengatur.
Untuk negeri kita, menurut saya, terlalu lama bila ingin menanamkan rasa malu. Sebab, sepertinya rasa malu melanggar peraturan lalu lintas itu sudah tidak banyak lagi dinegeri ini. Jadi, tidak ada pilihan lain. Tindak tegas pelanggaran lalu lintas dengan denda yang membuat takut. Untuk menerapkannya, tak perlu pakai wacana lagi. Bukankah perangkat aturannya sudah ada. Petugasnya juga sudah siap.
Daripada menyuguhkan perbedaan pandangan tentang sistim pemerintahan di negeri ini, mungkin ada baiknya mulai membenahi tata kehidupan masyarakat sehari-hari. Satu per satu, langkah demi langkah, tetapi memiliki kejelasan yang dapat dilihat dan dirasakan orang banyak.
Pekanbaru, 19 Desember 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar