Sabtu, 18 Juni 2016

Menunggu Beduk Berbunyi (kenangan Masa Kecil)



Setiap kali memasuki bulan Ramadhan, saya teringat masa kecil dulu. Kota ini belum seperti sekarang ini. Informasi masuknya waktu berbuka hanya melalui siaran radio (RRI) dan bunyi beduk. Bagi anak-anak seusia saya, bunyi beduk merupakan tanda berbuka yang sangat ditunggu-tunggu.

Didekat tempat kediaman kami, ada sebuah surau. Bangunan bertiang (panggung), yang terbuat dari papan. Pengurus surau itu biasa kami panggil Mbah Mudin. Ketika berpuasa, bagi kami Mbah Mudin sosok yang menarik perhatian. Salah satu tugasnya adalah memukul beduk tanda masuknya waktu berbuka. 


Ketika matahari mulai condong ke barat, kami bermain dihalaman. Sambil bermain, mata kami selalu mengawasi rumah Mbah Mudin. Rumahnya terletak antara tempat kami bermain dan surau. Sehingga kami dapat melihat rumahnya dan surau.

Saat-saat menyenangkan bagi kami adalah ketika melihat Mbah Mudin keluar rumahnya menuju surau. Biasanya kami secara serentak berhenti bermain. Semua mata memperhatikan langkah-langkah Mbah Mudin menuju surau. Setelah sampai ke surau, kami segera masuk rumah. Memberi tahu orang tua bahwa Mbah Mudin sudah sampai ke surau. Kami bersiap-siap untuk berbuka. Menit-menit antara sampainya Mbah Mudin  ke surau dengan bunyi beduk adalah menit-menit yang memiliki arti tersendiri. Kami konsentrasi menunggu. Tidak berbicara. Waktu menunggu itu tidak selalu sama. Kadang cepat kadang agak lama. Ketika akhirnya beduk itu berbunyi, aktivitas berbuka pun dimulai. Tentu saja semua merasa lega dan gembira. Itulah saat yang ditunggu-tunggu. Terima kasih MBah Mudin.

Sebenarnya, tugas Mbah Mudin memukul beduk itu tidak hanya di waktu berbuka di bulan puasa. Hal itu dilakukannya setiap hari. Namun, di bulan puasa Mbah Mudin menjadi istimewa.
Pekanbaru, Juni 2016.

Tidak ada komentar: