Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan umatnya untuk
hidup mandiri. Kalau kita menelusuri jejak hidup beliau, akan kita temukan
betapa beliau seorang yang sangat mandiri. Beliau tak segan mengerjakan
pekerjaan kasar sebagaimana dikerjakan orang kebanyakan. Beliau sering menambal
sendiri jubahnya, menjahit sepatunya, dan melakukan setumpuk pekerjaan rumah.
Bagi beliau, pekerjaan kasar tidak mengurangi sedikitpun kemuliaannya sebagai
Utusan Allah.
Bagi sebagian pemimpin, mengerjakan pekerjaan kasar
seperti mencari kayu bakar akan dianggap hina, atau setidaknya mengurangi
gengsi. Akan tetapi bagi Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam, pekerjaan apapun yang
dikerjakan secara jujur, profesional, dan bermanfaat untuk semua, maka
pekerjaan itu adalah mulia. Kemuliaannya dan kehormatannya tidak berkurang
sedikitpun hanya karena beliau mengerjakan pekerjaan kasar. Sebaliknya, beliau
merasa bangga dan mulia jika bisa mengerjakan sendiri tugasnya, termasuk tugas
kerumahtanggaan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah pergi ke pasar
dan pulangnya membawa beberapa keranjang barang. Melihat Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam
keberatan membawa barang-barangnya, para Sahabat berinisiatif membawakannya.
Namun, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam segera menolaknya. Beliau bersabda:”
Kamilah pemilik barang ini, maka kamilah yang paling berhak membawanya.”
Kemandirian yang ditekankan syariat adalah kemauan
untuk memenuhi kebutuhan sendiri dengan
bekerja keras agar terhindar dari sikap meminta-minta. Dalam ajaran Islam,
meminta-minta adalah pekerjaan hina yang harus dijauhi, kecuali dalam keadaan
sangat memaksa.
Islam tidak melarang kaum Muslim menerima pemberian
orang lain, akan tetapi menjadi pemberi jauh lebih baik dan mulia. Kita semua
dianjurkan untuk memberi dan menjadi “tangan di atas”.
Wallahu a’lam bish-shawab.
(Sumber: Suara Hidayatullah, Januari 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar