Dalam sebuah buku “Shalat Penuh Makna, Abdul Karim
Muhammad Nashr”, diceritakan bagaimana Umar sebagai seorang pemimpin
memperlakukan seorang budak.
Ketika Umar bin Khaththab r.a mengadakan perjalanan ke
Syam, ia bergantian menaiki kendaraan dengan budaknya. Setelah mengendarai unta
sejauh satu farsakh sementara budaknya memegangi tali kekang unta itu, Umar
turun dan menyuruh budaknya untuk menaiki unta. Bergantian, Umar yang memegangi
tali kekangnya dan dituntunnya sejauh satu farsakh. Begitulah mereka berdua
melakukannya sampai ketika dekat Syam, tibalah giliran budak itu yang menaiki
unta, sedang Umar yang memegangi tali kekang unta.
Umar mendapati air dijalan sehingga dia menceburkan
diri ke air sambil memegangi tali kekang unta itu. Kedua sandalnya digantungnya
dipundak kirinya. Abu Ubaidah bin Al-Jarah yang menjadi gubernur Syam datang
menyambut seraya berkata:” Wahai Amirul Mukminin, para pembesar Syam sedang berdatangan
menyambutmu. Tidak baik kiranya jika mereka melihatmu dalam keadaan seperti
ini”. Umar menjawab:” Hanyasanya Allah memuliakan kita dengan Islam. Aku tidak peduli
dengan omongan orang”. (Shalat Penuh Makna, Abdul Karim Muhammad Nashr)
Dari kisah ini dapat kita ambil pengajaran, bahwa
kemuliaan yang
kita cari adalah kemuliaan sesuai dengan nilai-nilai agama. Bukan kemuliaan
menurut pandangan manusia semata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar