Dalam menjalani kehidupan didunia
ini, peluang untuk salah jalan akan terbuka apabila kita selalu mengikuti orang
lain tanpa pengetahuan. Tidaklah salah mengikuti orang lain sepanjang kita
mengetahui bahwa orang tersebut memang berada dijalan yang benar dan selalu
mengikuti rambu-rambu kehidupan. Apakah itu nilai-nilai agama ataupun tatacara
bermasyarakat.
Suatu ketika dalam perjalanan dari
Jakarta ke Pekanbaru, saya mendapatkan
sebuah pengalaman berharga. Di wilayah
Propinsi Jambi, kami tersesat sejauh 8 KM. Waktu itu tengah malam. Didalam
kendaraan, saya berdua dengan seorang putra. Jalanan sepi, dikiri kanan hutan.
Ketika didepan terlihat sebuah truk,
kami putuskan untuk mengikutinya. Truk ini semakin menambah kecapatannya, kami
ikuti terus. Semakin laju. Tiba didepan sebuah pos polisi, truk berhenti. Kami
berhenti juga. Pengemudinya turun dan menghampiri sambil menanyakan tujuan
kami. Ternyata, dia merasa khawatir,
mengira kami mempunyai maksud tidak baik, sedangkan dia sendirian.
Karenanya, dia memacu kendaraan dan berhenti di depan pos pilisi.
Setelah mengetahui tujuan kami yang
sebenarnya, dia tertawa. Dijelaskannya,
kami sudah salah jalan dan harus memutar kembali sekitar 8 km. Akibat
mengikuti orang lain, kami tersesat 8 km. Jika saja kami selalu memperhatikan
rambu-rambu, tentu tidak membuang-buang waktu dan energy. Kisah sederhana ini
menjadi pengajaran berharga.
Selalu berusaha memahami rambu-rambu
dalam kehidupan didunia ini, dapat menyelamatkan kita dari kesesatan. Semakin banyak kita pahami rambu-rambu di
kehidupan ini, memberi peluang kepada kita untuk mengetahui apakah kita sedang
tersesat atau tidak. Kesadaran untuk kembali melalui jalan yang benar, hanya
ada didalam diri orang-orang yang merasa tersesat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar