Kecintaan sejati kepada Allah ‘Azza
wa Jalla akan mendorong pelakunya untuk mengorbankan semua yang ia miliki demi
meraih keridhaan kekasihnya. Tidak hanya itu, bahkan ia melakukan hal itu
dengan senang hati. Semua yang ia korbankan adalah untuk mendapatkan
keridhaan-Nya.
Mari kita perhatikan bersama sebuah
peristiwa yang dikisahkan oleh Abdullah bin Jahsy dimalam perang Uhud. Ia
berkata kepada Sa’ad bin Abi Waqqash:” Kemarilah, kita berdoa kepada Allah
Ta’ala”.
Kemudian mereka menyepi disuatu tempat. Sa’ad berdoa:” Ya Rabbi, jika
besok pagi kami bertemu musuh, maka hadapkan aku dengan lelaki yang tangguh Lagi
pemberani serta kuat serangannya. Hingga aku menyerangnya dan ia pun
menyerangku. Kemudian Engkau karuniakan kepadaku kemenangan hingga aku
membunuhnya dan kurampas hartanya”. Abbdullah pun mengamininya. Lantas dia
berdoa:” Ya Allah, hadapkanlah aku besok dengan lawan yang tangguh lagi
pemberani serta kuat serangannya. Aku menyerangnya dan ia pun menyerangku.
Kemudian ia mengalahkanku. Ia potong hidung dan telingaku. Sehingga ketika aku
bertemu dengan-Mu kelak, Engkau katakan kepadaku :” Wahai Abdullah, untuk apa
hingga hidung dan telingamu sampai terpotong? Maka aku menjawab:” Untuk-Mu dan
Rasul-Mu”. Lantas Kamu berfirman “Kamu benar”.
Sa’ad berkata:”Doanya lebih baik
daripada doaku. Dipenghujung pertemuan aku melihatnya, sedang hidung dan
telinganya tergantung disebuah tali:.
Pada suatu hari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Mush’ab bin Umair berjalan dengan membawa
kulit domba sebagai ikat pinggang. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian
bersabda:”Lihatlah lelaki yang hatinya
diberi cahaya oleh Allah ini. Sungguh dulu aku melihatnya berada
ditengah-tengah kedua orang tuanya. Mereka berdua memberinya makanan dan
minuman yang paling enak. Kemudian kecintaan kepada Allah dan rasul-Nya telah
membawanya pada kondisi yang kalian lihat sekarang.(HR.Abu Nu’aim dalam
Al-Hilyah)
Pengorbanan dan jihat adalah bukti
cinta yang paling agung.
{Sumber: Mencintai Dan Dicintai Allah
(Kaifa Nuhibbulloh wa Nasytaqu ilaihi), Dr. Majdi Al-Hilali}
Tidak ada komentar:
Posting Komentar