Rabu, 19 Agustus 2015

Perlunya Mengenal Hadits Shahih, Dha'if Atau Maudhu'



Namun, sangat disayangkan kebanyakan mereka (yakni generasi penerus, baik ulama maupun para penuntut ilmu) tidak mau menyempatkan membaca kitab-kitab tadi dengan serius. Itulah sebabnya mereka tidak tahu derajat hadits yang telah mereka hafal di luar kepala, yang mereka baca dan pelajari dalam berbagai kitab yang tidak menyebutkan dengan rinci kedudukan hadits yang bersangkutan. Karena itu, kita sering mendapati hadits dha’if atau maudhu’ diutarakan dalam kitab-kitab. Begitu juga para guru dan dosen di kelas-kelas maupun di ruang kuliah. Tentu saja ini sangat berbahaya dan saya khawatir jangan-jangan mereka termasuk orang-orang yang mndapat ancaman seperti dimaksud sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:
Barangsiapa dengan sengaja berdusta dalam hadits-haditsku dengan sengaja, hendaklah ia menempatkan dirinya dalam api neraka. (HR. Ashabus Sunan dan Ashabus Shahah)
Hal ini ditegaskan oleh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam buku “Silsilah Hadits Dhaif dan Maudhu’ jilid 1.

Ditambahkannya, kalaupun mereka tidak secara langsung mendustakan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam , mereka dikategorikan  sebagai pengikut atau mengekor dalam menyebar-luaskan hadits-hadits yang belum jelas sahih dan dha’ifnya. Disamping itu, mereka juga mengetahui bahwa dalam hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ada yang dha’if dan ada pula yang maudhu’. Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam  telah mengisyaratkan dalam sabdanya;
Cukuplah sebagai pendusta bagi seseorang akibat berdusta karena menceritakan semua yang didengarnya.(HR.Muslim)
Menurut al-Albani, para pakar hadits telah melakukan penelitian dan menjelaskan keadaan hadits-hadits Rasulullah dengan menghukuminya hadits sahih, dhaif dan maudhu’. Mereka pun membuat aturan dan kaidah-kaidah, khususnya yang berkenaan dengan ilmu tersebut. Siapapun yang berpengtahuan luas dalam ilmu ini akan mudah mengenali derajat suatu hadits, sekalipun tanpa adanya nash. Inilah yang dikenal dengan nama Ilmu Mushthalah Hadits.
Para ulama mutahir telah membuat dan menyusun kitab secara khusus untuk mengenali hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan menjelaskan kedudukannya. Yang paling terkenal dan paling luas pembahasannya adalah kitab Al-Maqaashidul-Hasanah fi Bayaani Katsiirin minal –Ahaditsil-Musytaharah ‘alal-Alsinah karangan al-Hafizh as- Sakhawi. Berikutnya kitab Nashabur-Rayah li Ahadiitsil-Hidaayah karangan al-Hafizh az-Zayla’i. Kitab ini menjelaskan keadaan atau derajat hadits-hadits yang banyak diutarakan oleh ulama yang bukan pakar hadits, serta menjelaskan mana yang benar-benar hadits dan mana yang bukan.
Kitab-kitab lain diantaranya Al-Mughni ‘an Hamlil –Asfari fi takhriji ma fil-Ahya ‘I minal-Akhbar karangan al-Hafizh al-Iraqi, Talkhisul-Habir fi Takhriiji Ahaaditsir-Rafi’il Kabiri karangan Ibnu Hajar al-Asqalani, Takhrij Ahadits al-Kasysyaf karangan Ibnu Hajar dan Takhrij Ahadits asy—Syifa’ karangan as-Sayuti.
Para ulama tadi telah memudahkan dan membuka jalan kemudahan bagi para generasi sesudahnya untuk mengetahui dan mengenali derajat tingkatan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun, sangat disayangkan kebanyakan mereka (yakni generasi penerus, baik ulama maupun para penuntut ilmu) tidak mau menyempatkan membaca kitab-kitab tadi dengan serius. Itulah sebabnya mereka tidak tahu derajat hadits yang telah mereka hafal di luar kepala, yang mereka baca dan pelajari dalam berbagai kitab yang tidak menyebutkan dengan rinci kedudukan hadits yang bersangkutan. Karena itu, kita sering mendapati hadits dha’if atau maudhu’ diutarakan dalam kitab-kitab. Begitu juga para guru dan dosen di kelas-kelas maupun di ruang kuliah. Tentu saja ini sangat berbahaya dan saya khawatir jangan-jangan mereka termasuk orang-orang yang mndapat ancaman seperti dimaksud sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:
Barangsiapa dengan sengaja berdusta dalam hadits-haditsku dengan sengaja, hendaklaj ia menempatkan dirinya dalam api neraka. (HR. Ashabus Sunan dan Ashabus Shahah)



Tidak ada komentar: