”Saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh
perawi yang dipertimbangkan, dan juga meninggalkan hadits yang jumlahnya sama
atau lebih, karena menurut pandanganku, perawinya perlu dipertimbangkan”:
Demikian ungkapan ketegasan sikap Imam Bukhari. Ketegasan lainnya adalah ketika
dia menolak mengajar Gubernur Bukhara Khalid bin Ahmad Az-Zuhali dan para
putranya. Sifat seperti
itu merupakan sifat terpuji para ulama rabbani yang tidak takut, kecuali hanya
kepada Allah dan tidak mau mengajar karena mengharap kemewahan dan kedudukan.
Dalam sejarah Islam, banyak ulama bersikap seperti itu, terutama pada zaman
keemasan Islam yang pertama. Bagaimana dengan sikap para ulama zaman ini?
Penjelasan tentang sifat Imam Bukhari tersebut dapat
ditemukan di dalam buku “Shahih Bukhari Muslim, Penerbit Jabal” ketika
mengungkapkan “Sifat dan Akhlak Imam Bukhari”. Diceritakan, Imam Bukhari
berbadan kurus, berperawakan sedang, kulitnya kecoklatan, makannya sedikit,
pemalu, pemurah dan zuhud. Hartanya banyak disedekahkan baik secara
terang-terangan atau sembunyi, terutama untuk kepentingan pendidikan dan para
pelajar. Beliau memberikan dana yang cukup besar kepada para pelajar. Dia
pernah berkata:” Sebulan penghasilan saya 500 dirham, semuanya untuk
kepentingan pendidikan. Sebab, yang ada disisi Allah itu lebih baik dan kekal”.
Imam Bukhari sangat berhati-hati dan sopan berbicara,
terutama dalam mengkritik para perawi. Terhadap perawi yang diketahui jelas
kebohongannya, ia cukup mengatakan “perlu dipertimbangkan”, “ahli hadis
meninggalkannya”, “mereka tidak menghiraukannya”. Perkataan yang tegas terhadap
perawi yang tercela adalah “haditsnya diingkari”.
Meskipun beliau sangat sopan dalam mengkritik perawi, namun
ia meninggalkan hadits dari perawi yang diragukan. Beliau berkata:” Saya
meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang dipertimbangkan,
dan juga meninggalkan hadits yang jumlahnya sama atau lebih, karena menurut
pandanganku, perawinya perlu dipertimbangkan”.
Imam Bukhari merupakan contoh yang sangat berhati-hati dalam
mengkritik perawi. Maka dari itu wajarlah jika cara kritiknya itu diteladani.
Imam Bukhari memiliki jiwa mulia, terhormat, sangat
membanggakan dan memuliakan ilmu, juga senantiasa menjaga agar ilmunya tidak
direndahkan dan tidak dibawa-bawa ketempat para penguasa. Ketegangan yang
terjadi antara dia dengan Gubernur Bukhara, Khalid bin Ahmad Az-Zuhali, karena
beliau menolak mengajar Khalid dan para putranya. Sifat seperti itu merupakan
sifat terpuji para ulama rabbani yang tidak takut, kecuali hanya kepada Allah
dan tidak mau mengajar karena mengharap kemewahan dan kedudukan. Dalam sejarah
Islam, banyak ulama bersikap seperti itu, terutama pada zaman keemasan Islam
yang pertama.
Imam Bukhari pernah belajar memanah sampai pandai, sehingga
ada yang mengatakan, bahwa sepanjang hidupnya hanya dua kali panahnya meleset
dari sasaran. Karena dilandasi oleh hadits rasul yang menganjurkan kaum
muslimin belajar memanah dan berperang. Tujuan Bukhari belajar memanah adalah
untuk persiapan memerangi musuh Islam dan mempertahankan diri dari kejahatan
mereka. Sebaiknya, disamping dengan lisan, para ulama mempersiapkan diri untuk
berjihat mempertahankan Islam. Sehingga apabila ada panggilan jihat, mereka
menjadi pelopor pertama yang menghadapi musuh.
Pekanbaru. April 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar