Rabu, 06 Mei 2015

Meneladani Sifat Dan Akhlak Imam Bukhari



”Saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang dipertimbangkan, dan juga meninggalkan hadits yang jumlahnya sama atau lebih, karena menurut pandanganku, perawinya perlu dipertimbangkan”: Demikian ungkapan ketegasan sikap Imam Bukhari. Ketegasan lainnya adalah ketika dia menolak mengajar Gubernur Bukhara Khalid bin Ahmad Az-Zuhali dan para putranya. Sifat seperti itu merupakan sifat terpuji para ulama rabbani yang tidak takut, kecuali hanya kepada Allah dan tidak mau mengajar karena mengharap kemewahan dan kedudukan. Dalam sejarah Islam, banyak ulama bersikap seperti itu, terutama pada zaman keemasan Islam yang pertama. Bagaimana dengan sikap para ulama zaman ini?

Penjelasan tentang sifat Imam Bukhari tersebut dapat ditemukan di dalam buku “Shahih Bukhari Muslim, Penerbit Jabal” ketika mengungkapkan “Sifat dan Akhlak Imam Bukhari”. Diceritakan, Imam Bukhari berbadan kurus, berperawakan sedang, kulitnya kecoklatan, makannya sedikit, pemalu, pemurah dan zuhud. Hartanya banyak disedekahkan baik secara terang-terangan atau sembunyi, terutama untuk kepentingan pendidikan dan para pelajar. Beliau memberikan dana yang cukup besar kepada para pelajar. Dia pernah berkata:” Sebulan penghasilan saya 500 dirham, semuanya untuk kepentingan pendidikan. Sebab, yang ada disisi Allah itu lebih baik dan kekal”.

Imam Bukhari sangat berhati-hati dan sopan berbicara, terutama dalam mengkritik para perawi. Terhadap perawi yang diketahui jelas kebohongannya, ia cukup mengatakan “perlu dipertimbangkan”, “ahli hadis meninggalkannya”, “mereka tidak menghiraukannya”. Perkataan yang tegas terhadap perawi yang tercela adalah “haditsnya diingkari”.

Meskipun beliau sangat sopan dalam mengkritik perawi, namun ia meninggalkan hadits dari perawi yang diragukan. Beliau berkata:” Saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang dipertimbangkan, dan juga meninggalkan hadits yang jumlahnya sama atau lebih, karena menurut pandanganku, perawinya perlu dipertimbangkan”.

Imam Bukhari merupakan contoh yang sangat berhati-hati dalam mengkritik perawi. Maka dari itu wajarlah jika cara kritiknya itu diteladani.

Imam Bukhari memiliki jiwa mulia, terhormat, sangat membanggakan dan memuliakan ilmu, juga senantiasa menjaga agar ilmunya tidak direndahkan dan tidak dibawa-bawa ketempat para penguasa. Ketegangan yang terjadi antara dia dengan Gubernur Bukhara, Khalid bin Ahmad Az-Zuhali, karena beliau menolak mengajar Khalid dan para putranya. Sifat seperti itu merupakan sifat terpuji para ulama rabbani yang tidak takut, kecuali hanya kepada Allah dan tidak mau mengajar karena mengharap kemewahan dan kedudukan. Dalam sejarah Islam, banyak ulama bersikap seperti itu, terutama pada zaman keemasan Islam yang pertama.

Imam Bukhari pernah belajar memanah sampai pandai, sehingga ada yang mengatakan, bahwa sepanjang hidupnya hanya dua kali panahnya meleset dari sasaran. Karena dilandasi oleh hadits rasul yang menganjurkan kaum muslimin belajar memanah dan berperang. Tujuan Bukhari belajar memanah adalah untuk persiapan memerangi musuh Islam dan mempertahankan diri dari kejahatan mereka. Sebaiknya, disamping dengan lisan, para ulama mempersiapkan diri untuk berjihat mempertahankan Islam. Sehingga apabila ada panggilan jihat, mereka menjadi pelopor pertama yang menghadapi musuh. 

Pekanbaru. April 2015.

Tidak ada komentar: