Banyak keteladanan telah diberikan oleh pemimpin masa lalu.
Salah satu bentuk keteladanan itu adalah sikap menghargai sasama manusia.
Jabatan tinggi, tidak membuat seorang pemimpin berperilaku meninggikan diri
dimata manusia. Sikap seperti itu, telah diperlihatkan oleh Umar bin Khaththab.
Dalam sebuah buku “Shalat Penuh Makna, Abdul Karim Muhammad
Nashr”, diceritakan bagaimana Umar sebagai seorang pemimpin memperlakukan
seorang budak.
Ketika Umar bin Khaththab r.a mengadakan perjalanan ke Syam,
ia bergantian menaiki kendaraan dengan budaknya. Setelah mengendarai unta
sejauh satu farsakh sementara budaknya memegangi tali kekang unta itu, Umar
turun dan menyuruh budaknya untuk menaiki unta. Bergantian, Umar yang memegangi
tali kekangnya dan dituntunnya sejauh satu farsakh. Begitulah mereka berdua
melakukannya sampai ketika dekat Syam, tibalah giliran budak itu yang menaiki
unta, sedang Umar yang memegangi tali kekang unta.
Umar mendapati air dijalan sehingga dia menceburkan diri ke
air sambil memegangi tali kekang unta itu. Kedua sandalnya digantungnya
dipundak kirinya. Abu Ubaidah bin Al-Jarah yang menjadi gubernur Syam datang
menyambut seraya berkata:” Wahai Amirul Mukminin, para pembesar Syam sedang
berdatangan menyambutmu. Tidak baik kiranya jika mereka melihatmu dalam keadaan
seperti ini”. Umar menjawab:” Hanyasanya Allah memuliakan kita dengan Islam.
Aku tidak peduli dengan omongan orang”. ( Shalat Penuh Makna, Abdul Karim
Muhammad Nashr)
Dari kisah ini dapat kita ambil pengajaran, bahwa kemulian
yang kita cari adalah kemuliaan sesuai dengan nilai-nilai agama. Bukan
kemuliaan menurut pandangan manusia semata. Kita sangat perlu memposisikan diri
secara tepat menurut ketentuan Yang Maha Kuasa.
Pekanbaru, Januari 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar