Beribadah merupakan aktivitas yang tak dapat dipisahkan dari
kehidupan seorang Muslim. Melaksanakan ibadah ada acuan dan tatacaranya. Hanya
ibadah yang sesuai dengan tatacara saja yang memiliki nilai. Salah satu landasan
didalam beribadah adalah sunnah.
Memahami sunnah ini pun tidak boleh gegabah. Banyak hadits
dha’if dan palsu beredar. Dalam buku “Silsilah Hadits Dha’if Dan Maudhu” jilit
1, Muhammad Nashiruddin Al-Albani mengetengahkan tiga hadits tentang shalat antara
waktu magrib dan isya’.
Barangsiapa shalat antara waktu magrib dengan isya’ sebanyak
dua puluh rakaat, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga.
Dijelaskan oleh Albani, hadits ini maudhu’ dan dikeluarkan
oleh Ibnu Majah I/414 dan Ibnu Syahin dalam at-Targhib wat-Tarhib I/172, 277
dan 278 dengan sanad dari Ya’qub bin al-Walid al-Madani, dari Hisyam bin Urwah,
dari ayahnya, dari Aisyah r.a.
Al-Bushairi berkata,” Dalam sanadnya terdapat Ya’kub bin
al-Walid yang oleh seluruh muhadditsin disepakati kedha’ifannya. Imam Ahmad
menyatakannya sebagai salah seorang pendusta dan pemalsu hadits ulung.
Menurut Albani, hadits dari siapapun yang memerintahkan atau
menganjurkan shalat antara waktu magrib dengan isya’ dengan jumlah angka
tertentu tidak sahih sama sekali. Yang sahih adalah shalat sunnah antara magrib
dengan isya’ diperbolehkan tanpa adanya pembatasan atau penentuan jumlahnya.
Selain hadits batil diatas, masih ada riwayat lain yaitu:
Barangsiapa melakukan shalat enam rakaat sesudah shalat
magrib sebelum bercakap-cakap, maka Allah akan mengampuni dosanya selama lima
puluh tahun.
Hadits ini sangat dha’if. Ibnu Nashr meriwayatkannya dalam
kitab Qiyamul Lail halaman 33 dengan sanad dari Muhammad bin Ghazawan
ad-Dimasyqi, dari Umar bin Muhammad, dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya.
Ibnu Abi Hatim menyebutkan riwayat tersebut dengan sanad serupa dalam kitab
al-‘Ilal /78 dengan berkata,” Abu Zar’ah berkata,” Tinggalkanlah dan
campakkanlah hadits ini karena persis dengan hadits palsu. Adapun Muhammad bin
Ghazawan ad- Dimasyqi munkar riwayatnya”. Wallahu a’lam.
Barangsiapa shalat enam rakaat sesudah magrib, tidak
bercakap-cakap dengan ucapan buruk, maka akan disamakan baginya pahala ibadah
selama dua belas tahun.
Hadits ini sangat dha’if dan dikeluarkan oleh Tirmidzi
II/299, Ibnu Majah I/355 dan 415, Ibnu Syahin dalam kitab at-Targhib II/272 dan
sebagainya, dengan sanad dari Umar bin Abu Khats’am, dari Yahya bin Abi Katsir,
dari Abi Salamah, dari Abu Hurairah r.a. Tirmidzi berkata,” Ini hadits gharib
yang tidak saya ketahui sanadnya kecuali dari Umar bin (Abdullah) bin Abi
Khats’am dan saya telah mendengar bahwa Imam Bukhari berkata bahwa Umar Bin
Abdullah bin Abi Khats’am adalah munkar riwayatnya”. Adz-Dzahabi berkata,” Ia
mempunyai dua hadits munkar dan ini salah satunya”. (Silsilah Hadits Dha’if Dan
Maudhu’, Muhammad Nashiruddin Al-Albani, jilid 1)
(Pekanbaru, Nopember 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar