Suara muazzin dari masjid-masjid dan mushalla yang
mengumandangkan azan memberi pertanda masuknya waktu shalat. Dengan adanya alat
pengeras suara, kumandang azan terdengar jelas pada jarak cukup jauh. Hal ini
memberi kemudahan kepada para jamaah untuk mempersiapkan diri dan segera
mengikuti shalat berjamaah. Di negeri kita, muazzin lebih dikenal dengan
sebutan “bilal”.
Muazzin atau bilal mendapatkan banyak
keutamaan. Yiatu, didoakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk
mendapatkan ampunan; tubuhnya
diharamkan oleh Allah atas api neraka. Penjelasan ini dapat kita temukan di
dalam Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir.
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang
menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata:” Sesungguhnya
aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. (QS. Fushshilat: 33)
Allah berfirman: “Siapakah yang lebih baik perkataannya
daripada orang yang menyeru kepada Allah”. Yakni, yang mengajak hamba-hamba
Allah kepada-Nya, mengerjakan amal yang saleh dan berkata:” Sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang berserah diri.” Maksudnya, dia sendiri berada
dalam petunjuk ketika mengucapkan seruan itu. Maka petunjuk itu mendatangkan
manfaat untuk dirinya dan untuk orang lain. Menetapkan untuk dirinya dan pihak
lain. Dia bukanlah orang yang memerintahkan orang lain agar berbuat makruf akan
tetapi dia sendiri tidak melakukannya. Melarang orang lain berbuat mungkar,
tetapi dia sendiri melakukannya. Bahkan dia makmurkan dirinya dengan kebaikan
dan meninggalkan kejelekan. Dan menyeru semua makhluk menuju Khaliknya.
Ketentuan ayat ini bersifat umum untuk semua orang yang
menyeru kepada kebaikan, sedangkan dia sendiri berada didalam petunjuk. Dan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang pertama yang mempunyai
karakter seperti itu.
Diriwayatkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan para
muazin yang saleh. Namun yang benar, bahwa ayat ini berlaku umum baik untuk
para muazin maupun yang lainnya. Adapun mengenai ayat ini, ia diturunkan pada
saat azan belum disyariatkan secara keseluruhan, karena ayat ini termasuk
Makiyah, sedangkan azan itu disyariatkan setelah Hijrah, yaitu ketika Abdullah
bin Abduribbih al-Anshari bermimpi dikala tidurnya, kemudian menceritakan
mimpinya itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu Rasulullah
memerintahkan kepadanya untuk mendiktekannya kepada Bilal r.a, karena suaranya
lebih enak didengar, sebagaimana telah disepakati demikian. Bila demikian
halnya, maka yang benar bahwa ayat ini berlaku umum. Bahwa para muazin itu
mempunyai keutamaan dan pahala yang besar telah ditegaskan didalam shahih
Muslim:
Para muazin itu adalah orang-orang yang paling panjang
lehernya dihari kiamat nanti.
Dan didalam sunan dikemukakan secara marfu’:
Imam itu adalah penjamin dan muadzin adalah orang yang diberi
amanat. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada para imam dan memberikan
ampunan kepada para muadzin.
Hadits diatas diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim bahwa Sa’ad
bin Abi Waqqash r.a berkata,” Menurut pandangan Allah, pada hari kiamat
panah-panah muazin itu bagaikan panah-panah para pejuang dijalan Allah. Posisi
muazin antara azan dan iqamat bagaikan pejuang yang berlumuran darah di jalan
Allah”. Umar bin Khatthab r.a mengatakan:” Kalau aku ini seorang muazin, pasti
sempurnalah urusanku. Dan aku tidak peduli jika aku tidak menegakkan shalat
malam dan tidak brpuasa disiang hari. Karena aku mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Ya Allah berikanlah ampunan kepada para muazin.” (tiga kali)
Kemudian aku bertanya:” Wahai Rasulullah, engkau biarkan kami
saling mengacungkan pedang demi mendapatkan kesempatan untuk berazan.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:” Tidak wahai Umar,
sesungguhnya akan datang kepada umat manusia suatu masa, dimana mereka
menyerahkan azan kepada orang-orang lemah dikalangan mereka, padahal
tubuh-tubuh yang telah diharamkan oleh Allah atas api neraka adalah tubuhnya
para muazin”. (Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Muhammad Nasib Ar-Rifa’i)
(Pekanbaru, Desember 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar