Rabu, 21 Mei 2014

Riwayat Singkat Imam Bukhari

Nama Imam Bukhari sudah sangat familiar dikalangan umat Islam. Karya tulisnya sudah banyak dibaca. Ada baiknya juga, kita mengenal pribadi beliau. Membaca riwayat singkat ulama ternama seperti Imam Bukhari, tentunya kita maksudkan untuk mengambil hikmah, pengajaran dan dijadikan motivasi. Pengajaran itu  berguna bagi kita dalam menjalani kehidupan ini. Di dalam “Shahih Bukhari-Muslim”, dituliskan riwayat singkat  Imam Bukhari (194-256 H/810-870 M):

Beliau adalah Amirul Mukminin dalam ilmu hadits. Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad ibnu Ismail ibnu Ibrahim ibnu Al-Mughirah ibnu Bardizbah. Moyangnya yang bernama Bardizbah ini beragama Majusi, agama kaumnya. Putranya yang bernama Mugirah memeluk Islam dibawah bimbingan Yaman Al-Ju’fi Gubernur Bukhara (Bukhara adalah nama sebuah kota yang berada di negeri Rusia). Sehingga dia dipanggil Mugirah Al-Ju’fi.

Sedangkan riwayat kakeknya, Ibrahim, tidak jelas. Namun ayahnya yang bernama Isma’il adalah ulama besar dibidang hadits. Ia belajar hadits dari Hammad ibnu Zayd dan Imam Malik. Hadits-haditsnya diriwayatkan oleh orang Irak. Riwayat hidupnya ditulis oleh Ibnu Hibban dalam kitab as-Siqah. Begitu juga putranya, Imam Bukhari, menulis riwayatnya dalam at-Tarikh Al-Kabir.

Ayah Imam Bukhari adalah seorang yang alim, wara’ dan taqwa. Menjelang wafat beliau berkata:” Didalam hartaku tidak terdapat uang yang haram atau yang syubhat sedikitpun”. Dengan demikian, jelaslah bahwa Imam Bukhari hidup dalam lingkungan keluarga yang berilmu, taat beragama dan wara’. Tidak heran bila dia mewarisi sifat-sifat mulia dari ayahnya.

Imam Bukhari di lahirkan di Bukhara setelah shalat Jum’at, 13 Syawal 194 H. Ayahnya meninggal ketika beliau masih kecil dan meninggalkan banyak harta yang cukup untuk hidup dengan baik dan terhormat. Dia dibina dan di didik oleh ibunya dengan tekun dan penuh perhatian. Sejak kecil, ia selalu mendapatkan lindungan dan bimbingan Allah. Ada riwayat yang mengatakan bahwa pada waktu kecil, matanya tidak bisa melihat. Ibunya sangat bersedih karenanya, dan selalu berdo’a untuk kesembuhannya. Lalu dia bermimpi bertemu dengan Nabi Ibrahim a.s yang berkata:” Wahai ibu, Allah telah menyembuhkan penyakit mata untukmu karena do’a mu”. Esok harinya, sang ibu melihat mata anaknya sudah bercahaya. Maka duka hati ibu berganti dengan kegembiraan. 

Kecerdasan Imam Bukhari sudah tampak sejak kecil. Allah menganugerahinya daya hafalan yang sangat kuat, jiwa yang cemerlang. Ketika berusia 10 tahun, beliau sudah banyak menghafal hadits. Kemudian dia menemui para ulama dan imam di negerinya untuk belajar hadits, bertukar pikiran dan berdiskusi dengan mereka. Sebelum berusia 16 tahun, dia sudah hafal kitab Ibnu Mubarak dan Waki’, serta memahami pendapat ahlu ra’yi (rasionalis), ushul dan mazhab mereka.

Pada tahun 210 H, Bukhari bersama ibu dan saudaranya pergi ke Baitullah untuk menunaikan ibadah haji. Kemudian saudaranya yang berusia lebih tua dari dia  pulang ke Bukhara. Sedangkan dia memilih tinggal di Makkah, salah satu tempat pusat menimba ilmu di Hijaz. Di kota itulah dia menempa diri untuk mereguk ilmu yang diinginkan. Kadangkala dia pergi ke Madinah. Di kedua kota suci itulah beliau menulis sebagian karyanya dan menyusun dasar-dasar Jami’us Shahih.

Beliau menulis Tarikh Al-Kabir  disisi makam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sering menulis di malam hari dibawah terang bulan. Dan mengarang tiga kitab Tarikh As-Sagir (yang kecil), Al-Awsat (yang sedang) dan Al-Kabir (yang besar). Ketiga buku ini menunjukkan kemampuannya yang luar biasa mengenai rijalul hadits. Sehingga dia pernah berkata:” Sedikit sekali yang belum aku ketahui riwayat orang-orang yang ku tulis dalam tarikh itu.”

Imam Bukhari telah melakukan ekspedisi ke berbagai negeri, dan hampir seluruh negeri Islam disinggahinya. Beliau pernah berkata:” Saya telah pergi ke Syam, Mesir, Jazirah dua kali, Basrah empat kali, dan saya bermukim di Hijaz selama enam tahun, dan tak dapat dihitung lagi berapa kali saya pergi ke Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama hadits”.

Baghdad pada waktu itu ibu kota dinasti Abasiyah, adalah gudang ilmu pengetahuan dan ulama. Dinegeri itu beliau sering menemui Imam Ahmad bin Hambal. Imam Ahmad menganjurkan untuk tinggal di Baghdad, dan melarangnya tinggal di Khurasan.

Dalam setiap perjalanannya, Imam Bukhari selalu mengumpulkan dan menulis hadits. Di tengah malam beliau bangun menyalakan lampu dan menulis setiap yang terlintas dalam benaknya, kemudian lampu itu dimatikan. Hal ini kurang lebih dilakukan dua puluh kali setiap malam. Begitulah aktivitas Imam Bukhari, seluruh hidupnya dicurahkan untuk ilmu pengetahuan.

Penduduk Samarkand memohon kepada Imam Bukhari agar menetap di negeri mereka. Beliau pergi untuk memenuhi permintaan itu. Ketika sampai di Khartand (desa kecil yang terletak enam mil dari kota Samarkand) beliau singgah dikota itu untuk mengunjungi keluarganya yang hidup di daerah itu. Di desa itu, Imam Bukhari jatuh sakit dan menemui ajalnya.

Dia wafat pada malam Idul Fitri tahun 256 H.(31 Agustus 870 M) dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Sebelum wafat, beliau berpesan agar jenazahnya dikafani tiga helai kain, tanpa baju dan sorban. Jenazahnya dimakamkan setelah zuhur di hari idul fitri itu. Dia telah menempuh perjalanan hidup yang panjang dihiasi amal yang mulia. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya kepadanya.


Tidak ada komentar: