Rabu, 14 Mei 2014

Kisah Abrahah Dan Penyerangan Ka'bah


Ketika menjelaskan tafsir surat ke 105 “Al-Fill” ayat 1 s/d 5, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir menceritakan sebuah peristiwa besar yang merupakan irhash dan batu loncatan  bagi pengutusan Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa sallam. Sebab ditahun itulah beliau dilahirkan menurut pendapat yang paling masyhur.

Dikisahkan, Abrahah telah membangun sebuah gereja di kota Shan’a, sebuah bangunan yang tinggi menjulang ditaburi dengan batu permata disetiap penjurunya. Dia bertekad akan memindahkan warga Arab ke sana, bukan ke Ka’bah lagi. Dia menyerukan hal itu didaerah kekuasaannya. Timbullah kebencian dihati warga Adna dan Qahtan. Bahkan, warga Quraisy sangat murka. Sampai-sampai salah seorang dari mereka pergi kesana dan masuk kedalam gereja di malam hari, lalu membuat kerusuhan di dalamnya. Lalu dia kembali pulang. Hal itu diketahui oleh Abrahah. Kemudian dia bersumpah akan pergi menuju  Baitullah di Mekah dan akan merobohkannya menjadi berkeping-keping. Sedangkan menurut riwayat Muqatil bin Sulaiman menyebutkan bahwa ada seorang pemuda Quraisy masuk kedalam gereja itu, lalu membakarnya. Padahal waktu itu angin sangat hebat sekali. Lalu terbakarlah gereja besar itu dan roboh ke tanah.


Selanjudnya, Abrahah pergi dengan membawa bala tentara yang sangat banyak dan kuat. Ikut pula bersamanya seekor gajah yang sangat besar badannya, namanya Mahmud. Warga Arab berpandangan bahwa mereka harus mempertahankan Ka’bah. Keluarlah Dzu Nafar bersama kaumnya. Dia adalah salah seorang pemuka dan raja Quraisy. Akan tetapi, dengan begitu mudah dihancurkan dan ditawan oleh Abrahah. Demikian pula halnya Nufail bin Habib al-Khats’ami, dia ikut menghalangi gerakan Abrahah bersama kaumnya selama dua bulan terus menerus. Akan tetapi, mereka pun dikalahkan oleh Abrahah. Dia menawan Nufail, serta hendak membunuhnya, akan tetapi dimaafkan dan ditugaskan sebagai penunjuk jalan ke negeri Hijaz.

Ketika mereka melewati kota Thaif, penduduk malah bersikap ramah dan ikut mengirimkan Abu Ragal sebagai penunjuk arah. Sedangkan, ketika Abrahah dan bala tentaranya sampai  di kota al-Mughammas, yaitu suatu tempat yang berdekatan dengan kota Mekah, Abrahah turun. Balatentaranya merampas harta kekayaan warga Mekah, yang terdiri dari unta-unta dan lain sebagainya. Kemudian mereka merampasnya dan diantara harta rampasan itu terdapat 200 ekor unta milik Abdul Muthalib. Lalu, Abrahah mengutus Hanathah al- Himyari dan memerintahkan kepadanya agar menangkap warga Quraisy yang paling terhormat untuk menghadap kepadanya dan memberitahukan kepada mereka bahwa balatentara Abrahah tidak datang untuk memerangi mereka kecuali bila mereka menghalangi. Hanathah pun datang membawa Abdul Muthalib. Abrahah menghormatinya dan turun dari kursinya, lalu duduk bersama diatas permadani. Dan bertanya kepadanya-melalui penerjemah-tentang keinginannya. Abdul Muthalib menjawab,” Aku hanya ingin anda memgembalikan 200 ekor unta kepunyaanku”. Abrahah berkata,” Aku sangat heran dengan pandangan mu ini. Dan perkataanmu itu telah membuatku antipati kepada mu. Apakah engkau mengajak aku membicarakan 200 ekor unta milikmu yang telah aku ambil dan engkau lupakan rumah yang merupakan simbol agamamu dan agama nenek moyangmu, padahal aku datang untuk menghancurkannya dan engkau tidak membicarakan hal itu dengan ku? Abdul Muthalib menjawab,” Sesungguhnya aku adalah pemilik unta-unta itu. Sedangkan rumah itu ada yang memilikinya. Dan Dia sendiri yang akan mempertahankannya.” Abrahah berkata,” Dia tidak akan sanggup menghalangi aku”. Kata Abdul Muthalib,” Kamu akan berurusan dengan Dia.” Setelah itu, Abrahah pun mengembalikan unta-unta tadi kepada Abdul Muthalib.

Kemudian dia pulang menemui warga Quraisy dan memerintahkan mereka untuk berlindung dipuncak-puncak gunung Mekah, sebab khawatir mereka ditimpa amukan bala tentara Abrahah. Selanjutnya, dia  berdiri dengan beberapa warga Quraisy, berdoa kepada Allah. Abdul Muthalib memegang pintu Ka’bah dan berkata,” Tidak ada kesedihan. Sesungguhnya seseorang telah mempertahankan miliknya. Maka pertahankanlah milik-Mu. Kekuatan dan muslihat mereka selamanya tidak akan pernah memgalahkan muslihat Engkau”.

Ketika Abrahah mempersiapkan gajahnya dan mengarahkkan ke kota Mekah, datanglah Nufail bin Habib dan berdiri disaping gajah itu. Lalu memegang telinganya sambil mengatakan:”Mogoglah, hai Mahmud! Kembalilah dengan benar ke tempat dari mana kamu datang. Sebab, kamu kini berada di negeri Allah yang haram”. Kemudian dia pun melepaskan  telinganya. Tidak lama kemudian gajah itu pun mogog. Nufail segera pergi dan berlari kencang hingga tiba di puncak gunung dan menyatu dengan warga Quraisy.
Adapun tentara bergajah, mereka memukuli gajah agar berdiri, namun dia tetap tidak mau. Tidaklah mereka mengarahkan gajah  ke arah yang mana saja melainkan gajah itu pergi. Akan tetapi bila di arahkan ke Baitullah yang mulia, gajah pun mogok.

Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung-burung yang berbondong-bondong  yang melempari mereka dengan batu dari sijil. Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dengan sanadnya bahwa Ubaid bin Umair berkata,”Ketika Allah hendak membinasakan bala tentara bergajah, Dia mengutus sekawanan burung kepada mereka yang bermunculan dari lautan seperti burung-burung penyambar. Setiap burung membawa tiga buah batu. Dua batu di kedua kakinya dan satu lagi di paruhnya. Burung-burung itu datang tepat di atas kepala-kepala tentara bergajah, kemudian bersuara dan melemparkan bebatuan yang dikedua kaki dan paruhnya itu. Ketika itu, tidak ada satu batu pun yang menimpa kepala seseorang melainkan batu itu akan keluar dari duburnya. Dan tidak ada satu pun dari batu itu yang menimpa anggota tubuh seseorang melainkan akan keluar dari sisi yang sebelahnya.
Demikian dahsyatnya azab Allah yang menimpa bala tentara Abrahah. Sedangkan Abdul Muthalib dan warga Quraisy, juga ikut pula bersama mereka Nufail al-Khats’ami, Math’am bin Adiy, Umar bin “Aidz al-Makhzumi, Mas’ud bin Amr ats-Tsaqafi, melihat di atas Gua Hira apa yang dilakukan oleh bala tentara Habasyah dan siksa yang ditimpakan oleh Allah Ta’ala terhadap tentara bergajah tersebut. Ketika itulah Nufail mengatakan:
Tiada tempat berlari, bila Tuhan yang mengejar.
Dan Asyramlah yang kalah, bukan yang menang.
Muqatil bin Sulaiman menyebutkan bahwa orang-orang Quraisy mendapatkan harta yang melimpah ruah yang dirampas dari mereka dan dari apa yang mereka bawa. Sedangkan Abdul Muthalib sendiri mendapatkan emas sepenuh lubang.

Atha’ bin Yasar mengatakan tidak semuanya terkena siksa pada saat genting tersebut. Diantara mereka ada yang langsung mati  dan ada yang berjatuhan daging-dagingnya, sepotong demi sepotong. Dan mereka itu adalah bala tentara yang melarikan diri. (Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Muhammad Nasib Ar-Rifa’i)


Tidak ada komentar: