Rabu, 19 Maret 2014

Semangat Mengikuti Pengajaran Rasulullah SAW


Para sahabat sangat antusias ketika mendapat kesempatan untuk mendengarkan pengajaran dari Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa sallam. Coba simak sikap Ubai bin Ka’ab dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad bin Hambal dari Abu Hurairah r.a:
...Rasul bersabda:” Sukakah kamu bila kuajari sebuah surat yang tidak diturunkan surat lain yang serupa dengannya didalam Taurat, Injil, Zabur dan al-Furqan? Ubai menjawab:” Saya suka wahai Rasulullah”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:”Sesungguhnya aku tidak mau keluar dari pintu ini sebelum aku mengajarkannya”. Ubai berkata:” Kemudian Rasulullah memegang tanganku sambil bercerita kepadaku. Saya memperlambat jalan karena khawatir beliau akan sampai di pintu sebelum menuntaskan pembicaraannya...(Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, halaman 51, Muhammad Nasib Ar-Rifa’i)


Besar kekhawatiran Ubai bin Ka’ab akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pengajaran dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bagaimana dengan kita? Banyak kesempatan untuk mendengarkan dan membaca pengajaran dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Melalui media tatap muka, media elektronik dan media cetak. Adakah keinginan besar di pikiran kita untuk mendengar/membaca, memahami dan kemudian menjadikannya pegangan dalam menjalani kehidupan. Artinya, mengamalkan sungguh-sungguh pengajaran Nabi itu?

Mungkin persoalannya (bagi yang selalu membuat persoalan), kita bukan sahabat yang salah satunya Ubai bin Ka’ab. Ditambah lagi, zaman kita jauh berbeda dengan zaman Ubai bin Ka’ab. Kita lebih sibuk dari Ubai. Persoalan ini bertambah terus sesuai dengan jalan pikiran. Pikiran memang dapat memunculkan berbagai alasan. Ada ungkapan:” Kalau hendak seribu jalan, kalau tak hendak seribu alasan”.

Selama pemikiran seperti itu melekat erat didalam diri seseorang, selama itu pula kebenaran sulit masuk kedalam pikiran dan hati. Kita sendiri yang mempersulit. Padahal amat sangat banyak kemudahan telah tersedia. Sangat disayangkan memang. Tetapi itulah manusia. Akal tanpa bimbingan iman, dapat memunculkan berbagai alasan untuk menolak kebenaran. Alasan yang hanya membawa kesulitan. Kesulitan didunia dan kesulitan sangat besar di akhirat kelak.

Ada lagi pola pikir yang tidak kurang memberi kesulitan bagi diri sendiri. Pengajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sahih tidak mau diterima karena tidak sesuai dengan aktivitasnya, apakah itu aktivitas keduniaan maupun aktivitas keagamaan. Walaupun sudah disampaikan dengan dalil dan dasar yang kuat, tetap saja ditolak. Pola pikir ini membawa pelakunya kepada kesibukan untuk mencari pembenaran. Pindah dari ustad yang satu kepada ustad yang lain.  “Lain kajinya itu”, merupakan ungkapan pamungkas untuk tetap bertahan ketika pembenaran tak juga didapat.
Pekanbaru, Maret 2014

Tidak ada komentar: