Rabu, 11 Desember 2013

Berhati-hati Terhadap Hadits Palsu


Sesungguhnya sebenar-benar perkataan atau ucapan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk atau bimbingan adalah bimbingan Rasulullah. Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan. Setiap yang diada-adakan adalah bid’ah. Segala bentuk bid’ah adalah sesat, sedang setiap yang sesat pastilah neraka tempat kembalinya.

Didalam buku Silsilah Hadits Dha’if dan Maudhu’, Muhammad Nashiruddin Al-Albani menulis bahwa hadits yang dipalsukan sangat banyak, sampai ribuan jumlahnya. Seorang zindiq (perusak ajaran Islam, penj) saja biasa memalsukan lebih dari empat ribu hadits. Bahkan dari tiga orang yang dikenal sebagai pemalsu hadits dapat dipastikan telah keluar puluhan ribu hadits palsu. Apa yang dapat pembaca bayangkan dengan hadits yang sengaja dipalsu demi tujuan-tujuan tertentu itu ? Ada yang bertendensi politis, ada yang demi ashabiyah atau rasialisme, ada yang demi membela mazhabnya dan ada pula yang mengaku demi bertaqarrub kepada Allah seperti yang diakui sekelompok firqah. Disamping itu, ada pula yang karena kesalahan tak sengaja sebagian kaum sufi, karena kebodohan dan kelemahannya dalam mendeteksi hadits yang memang bukan bidang yang dikuasainya.

Hadits-hadits dha’if dan muadhu’ berserakan dalam kitab, bahkan termasuk dalam kitab-kitab syarah hadits dan tafsir. Namun, Allah SWT telah berkehendak memudahkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan munculnya sekelompok ulama yang mampu mengungkap dan menjelaskan kelemahan, kekurangan serta kecacatan hadits-hadits itu. 

Ibnul Jauzi berkata:” Ketika tidak ada lagi yang mampu mengusik dan mengutak-katik Al-Qur’an, mulailah sekelompok orang mengusik hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik dengan mengada-ada maupun dengan mengubah-ubah”. Kemudian Allah pun menganugerahkan kepada segenap ulama yang mahir mendeteksi dan menempatkan hadits pada tempatnya untuk menjelaskan mana yang sahih dan mana pula yang dha’if. Hal ini tidak akan berhenti sepanjang zaman walaupun kini ulama atau pakar dibidang ini sangat langka.

Muhammad Nashiruddin Al-Albani menyatakan, tidak merasa ragu bahwa para ulama yang belum terpengaruh hawa nafsu pasti akan menghormati usaha-usaha para pakar dalam menyaring sebersih mungkin mana yang benar-benar hadits dan mana yang bukan. Bagaimana tidak? Imam Abdur Rahman bin Mahdi berkata:” Mengetahui illat (kelemahan) satu hadits yang ada pada diriku sungguh lebih aku senangi dari pada aku menulis hadits yang tidak aku ketahui.”

Muhammad Nashiruddin Al-Albani merasa perlu mengutarakan, bahwa dalam usaha menghukumi hadits-hadits tersebut, dia tidak bertaqlid kepada siapapun. Dia hanya berpedoman pada kaidah-kaidah ilmiah yang ditetapkan pakar ilmu hadits, yakni kaidah-kaidah yang dipakai para pakar dalam menilai dan menghukumi hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai hadits sahih ataupun dha’if. Dan kaidah-kaidah itulah yang dijadikan landasan para pakar hadits di zaman keemasan Islam yang didalamnya terdapat kejayaan ilmu dan kehidupan Islam. (Silsilah Hadits Dha’if Dan Maudhu’, Muhammad Nashiruddin Al-Albani)

Bagi kita, penjelasan Muhammad Nashiruddin Al-Albani tentang banyaknya hadits palsu tersebut, merupakan peringatan agar senantiasa berhati-hati dalam mengamalkan apalagi menyampaikan hadits. Ada baiknya, setiap mendengarkan sebuah hadits, kita mencari pejelasan tentang kesahihannya.
Pekanbaru, Desember 2013.

Tidak ada komentar: