Sesungguhnya sebenar-benar perkataan atau ucapan adalah
Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk atau bimbingan adalah bimbingan Rasulullah.
Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan. Setiap yang diada-adakan adalah
bid’ah. Segala bentuk bid’ah adalah sesat, sedang setiap yang sesat pastilah
neraka tempat kembalinya.
Didalam buku Silsilah Hadits Dha’if dan Maudhu’, Muhammad
Nashiruddin Al-Albani menulis bahwa hadits yang dipalsukan sangat banyak,
sampai ribuan jumlahnya. Seorang zindiq (perusak ajaran Islam, penj) saja biasa
memalsukan lebih dari empat ribu hadits. Bahkan dari tiga orang yang dikenal
sebagai pemalsu hadits dapat dipastikan telah keluar puluhan ribu hadits palsu.
Apa yang dapat pembaca bayangkan dengan hadits yang sengaja dipalsu demi
tujuan-tujuan tertentu itu ? Ada yang bertendensi politis, ada yang demi
ashabiyah atau rasialisme, ada yang demi membela mazhabnya dan ada pula yang
mengaku demi bertaqarrub kepada Allah seperti yang diakui sekelompok firqah.
Disamping itu, ada pula yang karena kesalahan tak sengaja sebagian kaum sufi,
karena kebodohan dan kelemahannya dalam mendeteksi hadits yang memang bukan
bidang yang dikuasainya.
Hadits-hadits dha’if dan muadhu’ berserakan dalam kitab,
bahkan termasuk dalam kitab-kitab syarah hadits dan tafsir. Namun, Allah SWT
telah berkehendak memudahkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengan munculnya sekelompok ulama yang mampu mengungkap dan menjelaskan
kelemahan, kekurangan serta kecacatan hadits-hadits itu.
Ibnul Jauzi berkata:” Ketika tidak ada lagi yang mampu
mengusik dan mengutak-katik Al-Qur’an, mulailah sekelompok orang mengusik
hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik dengan mengada-ada
maupun dengan mengubah-ubah”. Kemudian Allah pun menganugerahkan kepada segenap
ulama yang mahir mendeteksi dan menempatkan hadits pada tempatnya untuk
menjelaskan mana yang sahih dan mana pula yang dha’if. Hal ini tidak akan
berhenti sepanjang zaman walaupun kini ulama atau pakar dibidang ini sangat
langka.
Muhammad Nashiruddin Al-Albani menyatakan, tidak merasa ragu
bahwa para ulama yang belum terpengaruh hawa nafsu pasti akan menghormati
usaha-usaha para pakar dalam menyaring sebersih mungkin mana yang benar-benar
hadits dan mana yang bukan. Bagaimana tidak? Imam Abdur Rahman bin Mahdi
berkata:” Mengetahui illat (kelemahan) satu hadits yang ada pada diriku sungguh
lebih aku senangi dari pada aku menulis hadits yang tidak aku ketahui.”
Muhammad Nashiruddin Al-Albani merasa perlu mengutarakan, bahwa
dalam usaha menghukumi hadits-hadits tersebut, dia tidak bertaqlid kepada
siapapun. Dia hanya berpedoman pada kaidah-kaidah ilmiah yang ditetapkan pakar
ilmu hadits, yakni kaidah-kaidah yang dipakai para pakar dalam menilai dan
menghukumi hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai
hadits sahih ataupun dha’if. Dan kaidah-kaidah itulah yang dijadikan landasan
para pakar hadits di zaman keemasan Islam yang didalamnya terdapat kejayaan
ilmu dan kehidupan Islam. (Silsilah Hadits Dha’if Dan Maudhu’, Muhammad
Nashiruddin Al-Albani)
Bagi kita, penjelasan Muhammad Nashiruddin Al-Albani tentang
banyaknya hadits palsu tersebut, merupakan peringatan agar senantiasa
berhati-hati dalam mengamalkan apalagi menyampaikan hadits. Ada baiknya, setiap
mendengarkan sebuah hadits, kita mencari pejelasan tentang kesahihannya.
Pekanbaru, Desember 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar