Kamis, 07 November 2013

Peran Siti Khadijah Saat Nabi Muhammad SAW Menerima Wahyu


Kehadiran  wanita sebagai isteri bagi seorang laki-laki sangatlah penting. Peranan isteri dalam mendukung aktivitas suami, dapat menjadi energi tersendiri. Dukungan yang ikhlas memberi peluang kepada suami untuk terus beraktivitas menuju kesuksesan.
Salah satu suri tauladan tentang peran seorang isteri dalam mendukung kesuksesan suami, telah ditunjukkan oleh Siti Khadijah. Sebagai isteri Nabi Muhammad Shallallahu ’alaihi wa sallam, Siti Khadijah telah melaksanakan peran sebaik-baiknya.
Adapun peranan Siti Khadijah, isteri Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang patuh dan setia ini disaat-saat Nabi menerima wahyu dan keangkatan sebagai Rasulullah (Utusan Allah) secara singkat dapat dibaca di dalam “Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Wakaf Dari Pelayan Dua Tanah Suci, Abdullah bin Abdul Aziz Ali Sa’ud”. Disimpulkan sebagai berikut:

1. Siti Khadijah kenal benar akan jiwa, pribadi serta akhlak suaminya ( Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam) sejak kecil hingga dewasa dan kemudian menjadi suaminya yang tidak puas bahkan sangat tidak suka kepada adat-istiadat kaumnya menyembah dan mendewakan patung dan berhala. Demikian pula ia sangat benci  kepada kegemaran kaumnya berjudi dan meminum khamar serta melakukan perbuatan-perbuatan  diluar peri kemanusiaan seperti membunuh bayi perempuan mereka hidup-hidup karena malu dan takut miskin.
2. Siti Khadijah memberi suaminya kesempatan dan keleluasaan yang sebesar-besarnya untuk memasuki kehidupan berfikir dan alam nafsani, untuk mencari hakikat yang benar dan mutlak. Suaminya diberi dorongan semangat, agar terus mencari hakikat yang benar dan mutlak itu, dengan tidak dibebani persoalan-persoalan rumah tangga dan untuk membantu melancarkan roda perdagangannya, karena kesemuanya itu telah diurus oleh Siti Khadijah sendiri. Dan ketika suaminya bertafakur atau bertahannuts di gua Hira’ disediakannya perbekalan untuk tinggal selama beberapa hari dalam melakukan tahannuts mencari hakikat yang benar itu.
3. Ketika Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keraguan dan kebimbangan menghadapi kejadian-kejadian yang dilihatnya dalam tidurnya (mimpi yang benar), Siti Khadijah sebagai isteri yang setia meyakinkan suaminya, bahwa dengan akhlaknya yang mulia dan tidak pernah berdusta atau menyakiti hati orang lain, mustahil ia akan diganggu atau digoda oleh jin dan setan.
4. Ketika Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kegelisahan dan kebingungan setelah menerima wahyu yang pertama, Siti Khadijah menghibur dan meyakinkan hati suaminya, bahwa suaminya akan mejadi Nabi, dan akan mengangkat derajat kaumnya dari lembah kehinaan dan kesesatan ke derajat kemuliaan  dan kebahagiaan abadi. Kemudian setelah hilang keraguan dan kecemasan suaminya, pergilah ia ke Waraqah bin Naufal menceritakan perihal yang dialami suaminya. Dan oleh Waraqah ditegaskan berdasarkan pengetahuannya dalam kitab injil yang dipelajarinya, bahwa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjadi Nabi.
5. Ketika suaminya menerima wahyu yang kedua berisi perintah menyuruh mulai bekerja dan berjuang menyiarkan agama Allah dan mengajak kaumnya kepada agama tauhid, Siti Khadijah adalah orang wanita pertama yang percaya bahwa suaminya adalah Rasulullah (Utusan Allah), dan kemudian ia menyatakan ke-Islam-an nya tanpa ragu-ragu dan bimbang sedikit juapun.
Peranan Siti Khadijah sebagai isteri dan wanita pilihan  yang memang telah ditetapkan  Allah dalam qadar-Nya, adalah sangat besar sekali dalam usaha suaminya untuk menyeru dan mengajak kaumnya kepada agama tauhid dan meninggalkan agama berhala dan adat-istiadat jahiliyah. (Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Wakaf Dari Pelayan Dua Tanah Suci, Abdullah bin Abdul Aziz Ali Sa’ud)
Pekanbaru, September 2013




Tidak ada komentar: