Kehadiran wanita
sebagai isteri bagi seorang laki-laki sangatlah penting. Peranan isteri dalam
mendukung aktivitas suami, dapat menjadi energi tersendiri. Dukungan yang
ikhlas memberi peluang kepada suami untuk terus beraktivitas menuju kesuksesan.
Salah satu suri tauladan tentang peran seorang isteri dalam
mendukung kesuksesan suami, telah ditunjukkan oleh Siti Khadijah. Sebagai
isteri Nabi Muhammad Shallallahu ’alaihi wa sallam, Siti Khadijah telah
melaksanakan peran sebaik-baiknya.
Adapun peranan Siti Khadijah, isteri Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang patuh dan setia ini disaat-saat Nabi
menerima wahyu dan keangkatan sebagai Rasulullah (Utusan Allah) secara singkat dapat
dibaca di dalam “Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Wakaf Dari Pelayan Dua Tanah Suci,
Abdullah bin Abdul Aziz Ali Sa’ud”. Disimpulkan sebagai berikut:
1. Siti Khadijah kenal benar akan jiwa, pribadi serta akhlak
suaminya ( Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam) sejak kecil hingga dewasa
dan kemudian menjadi suaminya yang tidak puas bahkan sangat tidak suka kepada
adat-istiadat kaumnya menyembah dan mendewakan patung dan berhala. Demikian
pula ia sangat benci kepada kegemaran
kaumnya berjudi dan meminum khamar serta melakukan perbuatan-perbuatan diluar peri kemanusiaan seperti membunuh bayi
perempuan mereka hidup-hidup karena malu dan takut miskin.
2. Siti Khadijah memberi suaminya kesempatan dan keleluasaan
yang sebesar-besarnya untuk memasuki kehidupan berfikir dan alam nafsani, untuk
mencari hakikat yang benar dan mutlak. Suaminya diberi dorongan semangat, agar
terus mencari hakikat yang benar dan mutlak itu, dengan tidak dibebani
persoalan-persoalan rumah tangga dan untuk membantu melancarkan roda perdagangannya,
karena kesemuanya itu telah diurus oleh Siti Khadijah sendiri. Dan ketika
suaminya bertafakur atau bertahannuts di gua Hira’ disediakannya perbekalan
untuk tinggal selama beberapa hari dalam melakukan tahannuts mencari hakikat
yang benar itu.
3. Ketika Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
keraguan dan kebimbangan menghadapi kejadian-kejadian yang dilihatnya dalam
tidurnya (mimpi yang benar), Siti Khadijah sebagai isteri yang setia meyakinkan
suaminya, bahwa dengan akhlaknya yang mulia dan tidak pernah berdusta atau
menyakiti hati orang lain, mustahil ia akan diganggu atau digoda oleh jin dan
setan.
4. Ketika Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
kegelisahan dan kebingungan setelah menerima wahyu yang pertama, Siti Khadijah
menghibur dan meyakinkan hati suaminya, bahwa suaminya akan mejadi Nabi, dan
akan mengangkat derajat kaumnya dari lembah kehinaan dan kesesatan ke derajat
kemuliaan dan kebahagiaan abadi.
Kemudian setelah hilang keraguan dan kecemasan suaminya, pergilah ia ke Waraqah
bin Naufal menceritakan perihal yang dialami suaminya. Dan oleh Waraqah ditegaskan
berdasarkan pengetahuannya dalam kitab injil yang dipelajarinya, bahwa Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjadi Nabi.
5. Ketika suaminya menerima wahyu yang kedua berisi perintah
menyuruh mulai bekerja dan berjuang menyiarkan agama Allah dan mengajak kaumnya
kepada agama tauhid, Siti Khadijah adalah orang wanita pertama yang percaya
bahwa suaminya adalah Rasulullah (Utusan Allah), dan kemudian ia menyatakan
ke-Islam-an nya tanpa ragu-ragu dan bimbang sedikit juapun.
Peranan Siti Khadijah sebagai isteri dan wanita pilihan yang memang telah ditetapkan Allah dalam qadar-Nya, adalah sangat besar
sekali dalam usaha suaminya untuk menyeru dan mengajak kaumnya kepada agama
tauhid dan meninggalkan agama berhala dan adat-istiadat jahiliyah. (Al-Qur’an Dan Terjemahnya, Wakaf Dari Pelayan Dua Tanah
Suci, Abdullah bin Abdul Aziz Ali Sa’ud)
Pekanbaru,
September 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar