Belajar dari sejarah umat manusia dimasa lalu, memberikan
pengajaran bagi kita dalam menjalani kehidupan hari ini dan masa depan.
Memahami peristiwa-peristiwa masa lalu, memberikan kearifan tersendiri. Oleh
sebab itu, ada baiknya kita mencoba belajar dari kehidupan bangsa-bangsa terdahulu.
Salah satu pengajaran dapat kita ambil dari sejarah kerajaan
Saba’. Negeri yang awalnya makmur, penuh dengan kenikmatan, kesenangan dan
kelapangan, berubah menjadi negeri yang berisi kesulitan. Penyebabnya adalah
kekafiran penduduknya, pendustaan terhadap kebenaran serta perpindahan kepada
kebatilan.
Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir 3, Muhammad Nasib Ar-Rifa’i
menceritakan, bahwa Saba’ merupakan nama beberapa kerajaan di Yaman dan nama
penduduknya. Kaum Tababi’ah termasuk bagian dari kerajaan Saba’, demikian pula
Balqis yang menjadi sahabat Nabi Sulaiman. Mereka hidup di berbagai negerinya
dalam kenikmatan, kesenangan, kelapangan dan keluasan rezeki baik berupa
tanaman palawija maupun buah-buahan.
Kemudian Allah mengutus para rasul yang menyuruh mereka agar
memakan sebagian rezeki-Nya, mensyukuri-Nya dengan jalan mengesakan-Nya dan
menyembah-Nya. Mereka hidup dalam kondisi demikian hingga waktu yang
dikehendaki Allah. Kemudian, berpaling dari perintah-Nya, maka mereka pun disiksa
dengan mengirimkan banjir dan perpecahan antar kerajaan dan para pemangku
kekuasaan.
Adapun soal bendungan, dibuat karena ada sungai yang mengalir
dari dua gunung. Sungai itu melintasi negeri mereka. Disamping itu, oase-oase
merekapun kerap dilimpahi hujan. Maka, sang raja mengumpulkan sejumlah orang
untuk mematangkan rencana. Akhirnya, dibangunlah bendungan besar lagi kokoh
diantara kedua gunung itu sehingga air meluap dan menggenangi wilayah sekitar
kedua gunung tersebut. Dengan demikian, mereka dapat bercocok tanam dan
membudidayakan tanaman buah yang menghasilkan buah yang berkwalitas baik dan
banyak.
Kemakmuran mereka banyak dikemukakan oleh para ulama salaf,
diantaranya Qatadah. Dia menceritakan bahwa seorang ibu berjalan dibawah
pepohonan yang berbuah. Diatas kepalanya terdapat keranjang dan keranjang
inilah yang “memetiki” buah, kemudian berjatuhan kedalamnya hingga penuh. Si
ibu tidak perlu repot-repot memetik dengan tangannya, karena buah diatas
kepalanya sangat banyak, matang dan bagus-bagus.
Bendungan tersebut terletak di Ma’rab, yaitu sebuah negeri
antara Saba’ dan Shan’a, atau sekitar tiga mil dari Shan’a. Bendungan ini
dikenal dengan nama Bendungan Ma’rab. Sebagian ulama menceritakan bahwa
dinegara mereka tidak terdapat lalat, nyamuk dan serangga, bahkan tidak ada
hama tanaman. Kondisi demikian karena udaranya stabil dan komposisinya
berimbang. Semua itu merupakan karunia Allah
dan inayah-Nya.
Mereka beralih kepada penyembahan matahari, bukan Allah,
sebagaimana dilaporkan oleh burung hudhud kepada Nabi Sulaiman a.s. Qatadah dan
lainnya berkata,” Bendungan pun rapuh dan rentan. Kemudian datanglah musim
penghujan. Lalu air menerjangnya hingga bendungan itu runtuh. Maka, air
melimpah kelembah-lembah dan melibas segala yang dilaluinya berupa pepohonan,
bangunan dan sebagainya. Karena itu, air tidak lagi mengairi pepohonan yang
ditanam disisi kanan dan kiri gunung sehingga mati dan binasalah ia. Lalu,
tumbuhlah pohon lain yang buruk menggantikan pohon buah yang lezat. Menurut
Ibnu Abbas, pohon itu ialah pohon arak dan buahnya makanan kaum Barbar. Ada
pula yang menyebutnya pohon samar.
Perubahan dua kebun yang semula sebagai kebun buah yang
matang, pemandangan yang elok, naungan yang rimbun dan sungai-sungai yang
mengalir menjadi dua kebun yang ditumbuhi pohon bidara, tharfa’ (tamarisk), dan
sidr (pohon lotus, zyzypus spina) yang berduri banyak dan berbuah sedikit,
adalah disebabkan oleh kekafiran dan kemusyrikan mereka kepada Allah serta
disebabkan pendustaan mereka terhadap kebenaran dan perpindahan kepada
kebatilan.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Khairah, yaitu salah
seorang sahabat Ali r.a, dia berkata, “ Balasan atas kemaksiatan ialah
penyepelean ibadah, sempitnya penghidupan, dan sulitnya mendapat kelezatan”.
Artinya, tidaklah seseorang menemukan kelezatan barang halal melainkan
diserobot orang lain. ( Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir 3, Muhammad Nasib Ar-Rifa’i)
Pekanbaru, September 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar