Rabu, 30 Oktober 2013

Mobil Jaguar Dilempar Batu (Batu & Bisikan)


” Janganlah melaju dalam kehidupanmu terlalu cepat, karena seseorang akan melemparkan batu untuk menarik perhatianmu”. Kalimat ini sebagai penutup suatu kisah didalam bulletin “Tafakuran” Bandung edisi 15 Februari 2008 dengan judul “Batu & Bisikan”
Membaca sebuah kisah, tentu memberikan berbagai hikmah sebagai bahan renungan. Setiap orang boleh saja mengambil hikmah dari sisi yang tidak harus sama. Begitu juga dengan saya. Bagi saya, kisah tersebut mengingatkan akan sebuah kejadian nyata.

Suatu ketika, saya dalam perjalan menuju Bandung dari Jakarta. Salah satu sarana transportasi yang saya gemari adalah kereta api. Sedang asyik-asyiknya menikmati perjalanan, saya melihat sekelompok anak-anak melemparkan batu kearah gerbong kereta. Salah satu batu tersebut mengenai dinding didekat tempat duduk saya. 

Menurut informasi, kejadian pelemparan batu ke gerbong kereta api bukanlah yang pertama. Lama saya berfikir. Apa yang ada didalam pikiran anak-anak tersebut? Kepuasan apa yang mereka peroleh? Padahal akibat perbuatan itu dapat menyusahkan berbagai pihak. Alangkah bahayanya, jika batu sebesar kepalan tangan itu mengenai tubuh penumpang.

Setelah membaca kisah di bulletin “Tafakuran” itu, saya mencoba memahami perilaku anak-anak pelempar batu ke gerbong kereta api. Apapun alasannya, perbuatan tersebut tetap salah. Tidak layak untuk diulangi. Siapapun yang mengetahuinya, harus berusaha mencegah. Sebab, perbuatan itu adalah sebuah kemunkaran. Namun, boleh jadi anak-anak tersebut mencoba menarik perhatian pihak kereta api maupun penumpang. Bertahun-tahun mereka melihat kereta api melintas di perkampungan mereka. Adakah manfaat yang mereka dapatkan?

Penumpang kereta api terdiri dari berbagai macam strata dan profesi. Adakah yang perduli dengan nasib mereka? Jujur saya katakan, berulang kali menggunakan kereta api Jakarta-Bandung dan sebaliknya, tidak ada kontribusi saya terhadap para penduduk disekitar lintasan kereta api. Jajanpun saya lebih memilih di restoran kereta daripada membeli dari pedagang asongan di stasiun persinggahan. Hal ini saya lakukan tentu dengan alasan tersendiri.

Sudah waktunya mungkin. Ketika mengalami peristiwa yang tidak diinginkan, kita berusaha melihatnya dengan mata hati (kecerdasan spiritual?). Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk orang lain. Sudah waktunya juga mungkin, kita berusaha berbuat untuk kepentingan orang lain, sekecil apapun itu. Banyak orang diluar kehidupan kita yang membutuhkan perhatian. Sekaranglah waktunya memberikan perhatian itu. Bagi yang sudah banyak memberikan perhatian, lanjutkan dan teruskan. 

Kisah “Batu & Bisikan” didalam bulletin “Tafakuran” tersebut selengkapnya adalah:
Suatu ketika, tersebutlah seorang pengusaha muda dan kaya. Ia baru saja membeli mobil mewah, sebuah Jaguar yang mengkilap. Kini, sang pengusaha, sedang menikmati perjalanannya dengan mobil baru itu. Dengan kecepatan penuh, dipacunya kendaraan itu mengelilingi jalanan tetangga sekitar.

Dipinggir jalan, tampak sekelompok anak-anak yang sedang bermain-main sambil berlari bersahut-sahutan saling dorong diantara mereka kesana kemari. Namun, karena kendaraan pengusaha tadi berjalan terlalu kencang, ia tak terlalu memperhatikan anak-anak itu. Tiba-tiba dia melihat sesuatu yang melintas dari arah mobil-mobil yang diparkir di jalan. Tapi bukan anak-anak yang tampak melintas.

Aaaah... ternyata ada sebuah batu kecil yang menimpa jaguar itu. Sisi pintu mobil itupun koyak, tergores batu yang dilontarkan seseorang.
Ciiiit... ditekannya rem mobil kuat-kuat. Dengan geram, di mundurkannya mobil itu menuju tempat arah batu itu dilemparkan. Jaguar yang tergores, bukanlah perkara sepele. Apalagi kecelakaan itu dilakukan oleh orang lain, begitu pikir sang pengusaha dalam hati. Amarahnya memuncak. Dia pun keluar mobil dengan tergesa-gesa.Ditariknya seorang anak yang paling dekat dan dipojokkannya tubuh kecil itu pada sebuah mobil yang diparkir.

“Apa yang telah kau lakukan!!! Lihat perbuatanmu pada mobil kesayanganku! Lihat goresan itu”, teriaknya sambil menunjuk goresan disisi pintu. “Kamu tentu paham, mobil baru semacam ini akan butuh banyak ongkos di bengkel kalau sampai tergores”, ujarnya lagi dengan geram, tampak ingin memukul anak itu.
Sang anak tampak ketakutan, dan berusaha meminta maaf, “ Maaf pak, maaf...Saya benar-benar minta maaf. Sebab, saya tidak tahu lagi harus melakukan apa”. Air mukanya tampak ngeri, dan tangannya memohon ampun. “Maaf pak...aku melemparkan batu itu karena tak ada seorang pun yang mau berhenti...”
Dengan air mata yang mulai berjatuhan dipipi dan leher, anak itu menunjuk kesuatu arah, didekat mobil-mobil parkir tadi. “ Itu disana ada kakakku. Dia tergelincir, jatuh kedalam sebuah selokan dipinggiran jalan. Aku tak kuat mengangkatnya, dia terlalu berat. Badannya tak mampu ku tarik keatas keluar dari selokan, dan sekarang dia sedang menangis kesakitan dibawah sana...”
Kini, ia mulai terisak. Dipandanginya pengusaha tadi. Matanya berharap pada wajah yang mulai tercenung itu.”Maukah Bapak membantuku mengangkatnya dari selokan? Tolonglah, kakakku terluka, tapi dia terlalu berat untukku...”

Tak mampu berkata-kata lagi, pengusaha muda itu terdiam, kerongkongannya tercekat. Ia hanya mampu menelan ludah. Segera, ia pun berjalan menuju selokan dan diangkatnya anak yang tengah menangis dan terluka itu. Kemudian, diambilnya sapu tangan mahal miliknya untuk mengusap luka dilutut anak itu. Memar dan tergores, sama seperti sisi Jaguar kesayangannya.

Setelah beberapa saat, kedua anak itu pun berterima kasih, dan mengatakan bahwa mereka baik-baik saja. “Terima kasih dan semoga Tuhan akan membalas kebaikan bapak”. Mereka menolak untuk diantarkan pulang dan keduanyanya pun berjalan beriringan, meninggalkan pengusaha yang masih nanar menatap kepergian mereka. Matanya terus mengikuti langkah sang anak dan kakaknya yang terpincang-pincang jalannya, melintasi sisi jalan menuju rumah mereka.

Berbalik arah, pengusaha tadi berjalan sangat perlahan menuju Jaguar miliknya. Disusurinya jalan itu dengan lambat, sambil merenungi kejadian yang baru saja dilewatinya. Kerusakan yang dialaminya bisa jadi bukanlah hal sepele. Namun, ia memilih untuk tidak menghapus goresan itu, agar tetap bisa mengingatkannya pada hikmah peristiwa ini. Ia menginginkan agar pesan itu tetap nyata terlihat.” Janganlah melaju dalam kehidupanmu terlalu cepat, karena seseorang akan melemparkan batu untuk menarik perhatianmu...”
Pekanbaru, September 2013

Tidak ada komentar: