” Janganlah melaju
dalam kehidupanmu terlalu cepat, karena seseorang akan melemparkan batu untuk
menarik perhatianmu”.
Kalimat ini sebagai penutup suatu kisah didalam bulletin “Tafakuran” Bandung
edisi 15 Februari 2008 dengan judul “Batu & Bisikan”
Membaca sebuah kisah, tentu memberikan berbagai hikmah
sebagai bahan renungan. Setiap orang boleh saja mengambil hikmah dari sisi yang
tidak harus sama. Begitu juga dengan saya. Bagi saya, kisah tersebut
mengingatkan akan sebuah kejadian nyata.
Suatu ketika, saya dalam perjalan menuju Bandung dari
Jakarta. Salah satu sarana transportasi yang saya gemari adalah kereta api.
Sedang asyik-asyiknya menikmati perjalanan, saya melihat sekelompok anak-anak
melemparkan batu kearah gerbong kereta. Salah satu batu tersebut mengenai
dinding didekat tempat duduk saya.
Menurut informasi, kejadian pelemparan batu ke gerbong kereta
api bukanlah yang pertama. Lama saya berfikir. Apa yang ada didalam pikiran
anak-anak tersebut? Kepuasan apa yang mereka peroleh? Padahal akibat perbuatan
itu dapat menyusahkan berbagai pihak. Alangkah bahayanya, jika batu sebesar
kepalan tangan itu mengenai tubuh penumpang.
Setelah membaca kisah di bulletin “Tafakuran” itu, saya mencoba
memahami perilaku anak-anak pelempar batu ke gerbong kereta api. Apapun
alasannya, perbuatan tersebut tetap salah. Tidak layak untuk diulangi. Siapapun
yang mengetahuinya, harus berusaha mencegah. Sebab, perbuatan itu adalah sebuah
kemunkaran. Namun, boleh jadi anak-anak tersebut mencoba menarik perhatian
pihak kereta api maupun penumpang. Bertahun-tahun mereka melihat kereta api
melintas di perkampungan mereka. Adakah manfaat yang mereka dapatkan?
Penumpang kereta api terdiri dari berbagai macam strata dan
profesi. Adakah yang perduli dengan nasib mereka? Jujur saya katakan, berulang
kali menggunakan kereta api Jakarta-Bandung dan sebaliknya, tidak ada
kontribusi saya terhadap para penduduk disekitar lintasan kereta api. Jajanpun
saya lebih memilih di restoran kereta daripada membeli dari pedagang asongan di
stasiun persinggahan. Hal ini saya lakukan tentu dengan alasan tersendiri.
Sudah waktunya mungkin. Ketika mengalami peristiwa yang tidak
diinginkan, kita berusaha melihatnya dengan mata hati (kecerdasan spiritual?).
Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk orang lain. Sudah waktunya juga
mungkin, kita berusaha berbuat untuk kepentingan orang lain, sekecil apapun
itu. Banyak orang diluar kehidupan kita yang membutuhkan perhatian. Sekaranglah
waktunya memberikan perhatian itu. Bagi yang sudah banyak memberikan perhatian,
lanjutkan dan teruskan.
Kisah “Batu & Bisikan” didalam bulletin “Tafakuran”
tersebut selengkapnya adalah:
Suatu ketika, tersebutlah seorang pengusaha muda dan kaya. Ia
baru saja membeli mobil mewah, sebuah Jaguar yang mengkilap. Kini, sang
pengusaha, sedang menikmati perjalanannya dengan mobil baru itu. Dengan
kecepatan penuh, dipacunya kendaraan itu mengelilingi jalanan tetangga sekitar.
Dipinggir jalan, tampak sekelompok anak-anak yang sedang
bermain-main sambil berlari bersahut-sahutan saling dorong diantara mereka
kesana kemari. Namun, karena kendaraan pengusaha tadi berjalan terlalu kencang,
ia tak terlalu memperhatikan anak-anak itu. Tiba-tiba dia melihat sesuatu yang
melintas dari arah mobil-mobil yang diparkir di jalan. Tapi bukan anak-anak
yang tampak melintas.
Aaaah... ternyata ada sebuah batu kecil yang menimpa jaguar
itu. Sisi pintu mobil itupun koyak, tergores batu yang dilontarkan seseorang.
Ciiiit... ditekannya rem mobil kuat-kuat. Dengan geram, di
mundurkannya mobil itu menuju tempat arah batu itu dilemparkan. Jaguar yang
tergores, bukanlah perkara sepele. Apalagi kecelakaan itu dilakukan oleh orang
lain, begitu pikir sang pengusaha dalam hati. Amarahnya memuncak. Dia pun keluar
mobil dengan tergesa-gesa.Ditariknya seorang anak yang paling dekat dan
dipojokkannya tubuh kecil itu pada sebuah mobil yang diparkir.
“Apa yang telah kau
lakukan!!! Lihat perbuatanmu pada mobil kesayanganku! Lihat goresan itu”, teriaknya sambil menunjuk goresan
disisi pintu. “Kamu tentu paham, mobil
baru semacam ini akan butuh banyak ongkos di bengkel kalau sampai tergores”,
ujarnya lagi dengan geram, tampak ingin memukul anak itu.
Sang anak tampak ketakutan, dan berusaha meminta maaf, “ Maaf pak, maaf...Saya benar-benar minta
maaf. Sebab, saya tidak tahu lagi harus melakukan apa”. Air mukanya tampak
ngeri, dan tangannya memohon ampun. “Maaf
pak...aku melemparkan batu itu karena tak ada seorang pun yang mau berhenti...”
Dengan air mata yang mulai berjatuhan dipipi dan leher, anak
itu menunjuk kesuatu arah, didekat mobil-mobil parkir tadi. “ Itu disana ada kakakku. Dia tergelincir, jatuh kedalam sebuah
selokan dipinggiran jalan. Aku tak kuat mengangkatnya, dia terlalu berat.
Badannya tak mampu ku tarik keatas keluar dari selokan, dan sekarang dia sedang
menangis kesakitan dibawah sana...”
Kini, ia mulai terisak. Dipandanginya pengusaha tadi. Matanya
berharap pada wajah yang mulai tercenung itu.”Maukah Bapak membantuku mengangkatnya dari selokan? Tolonglah, kakakku
terluka, tapi dia terlalu berat untukku...”
Tak mampu berkata-kata lagi, pengusaha muda itu terdiam,
kerongkongannya tercekat. Ia hanya mampu menelan ludah. Segera, ia pun berjalan
menuju selokan dan diangkatnya anak yang tengah menangis dan terluka itu.
Kemudian, diambilnya sapu tangan mahal miliknya untuk mengusap luka dilutut
anak itu. Memar dan tergores, sama seperti sisi Jaguar kesayangannya.
Setelah beberapa saat, kedua anak itu pun berterima kasih,
dan mengatakan bahwa mereka baik-baik saja. “Terima
kasih dan semoga Tuhan akan membalas kebaikan bapak”. Mereka menolak untuk
diantarkan pulang dan keduanyanya pun berjalan beriringan, meninggalkan
pengusaha yang masih nanar menatap kepergian mereka. Matanya terus mengikuti
langkah sang anak dan kakaknya yang terpincang-pincang jalannya, melintasi sisi
jalan menuju rumah mereka.
Berbalik arah, pengusaha tadi berjalan sangat perlahan menuju
Jaguar miliknya. Disusurinya jalan itu dengan lambat, sambil merenungi kejadian
yang baru saja dilewatinya. Kerusakan yang dialaminya bisa jadi bukanlah hal
sepele. Namun, ia memilih untuk tidak menghapus goresan itu, agar tetap bisa
mengingatkannya pada hikmah peristiwa ini. Ia menginginkan agar pesan itu tetap
nyata terlihat.” Janganlah melaju dalam
kehidupanmu terlalu cepat, karena seseorang akan melemparkan batu untuk menarik
perhatianmu...”
Pekanbaru, September 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar