Selasa, 30 Juli 2013

Memaknai Ramadhan Dengan Menghitung Keuntungan


Suatu petang menjelang berakhirnya bulan Ramadhan, saya menyempatkan diri membeli cendol untuk perbukaan. Waktu itu saya berdomisili di kota Tanjungpinang. Cukup banyak pembeli lainnya. Situasi ini berlangsung hampir setiap petang.  “Puasa sudah mau habis ya pak”, kata sipenjual sambil membungkus cendol yang saya pesan. “Iya, kenapa? Saya bertanya sekedar menyambung pembicaraan. “Sepi lagi nanti”, katanya.
Pembicaraan dengan si penjual cendol itu lama singgah di pikiran saya. Dia non muslim. Namun, dia ikut menikmati bulan Ramadhan.  Ada kesan, dia merasa kehilangan dengan berakhirnya Ramadhan. Dagangannya mengalami kemajuan selama Ramadhan dan akan berkurang seiring dengan berakhirnya Ramadhan. Ramadhan memiliki arti tersendiri bagi si penjual cendol yang non muslim itu.

Lalu, bagaimana dengan kita? Berapa banyak yang merasa kehilangan kesempatan dengan berakhirnya bulan Ramadhan? Seberapa besarkah rasa kehilangan itu? Ada diantara kita, semakin mendekati ujung Ramadhan, semakin berkurang kesibukan beribadahnya. Kesibukan beralih mempersiapkan berbagai hal yang berhubungan dengan Hari Raya Idul Fitri. Mungkinkah ada didalam hati kita perasaan akan kehilangan atau justeru ingin segera Ramadhan berakhir?
Ramadhan memang akan datang setiap tahun. Tetapi, tidak ada kepastian, bahwa kita akan menemuinya lagi. Oleh sebab itu, mengisi Ramadhan sekarang ini dengan sungguh-sungguh dan maksimal adalah pilihan bijak. Bersungguh-sunggguh dan maksimal dalam beribadah tentunya. Kesungguhan itu seyogyanya akan semakin terlihat di hari-hari menjelang berakhirnya Ramadhan.
Si penjual cendol memiliki rasa kehilangan akan berkahirnya Ramadhan. Sepatutnya pula, kita juga merasa kehilangan kesempatan besar. Bedanya, si penjual cendol kehilangan kesempatan bernuansa duniawi. Sedangkan kita bernuansa akhirat. Tentu saja, keuntungan akhirat jauh lebih berharga daripada keuntungan duniawi.
Boleh jadi, disaat-saat kita bergembira  merayakan Idul Fitri, berkumpul dan bersilaturrahmi dengan saudara dan keluarga, si penjual cendol menyimpan kerinduan akan datangnya Ramadhan tahun depan. Dagangan yang laris selama bulan Ramadhan mungkin akan menjadi kenangan manis baginya. Akan menjadi topik pembicaan bersama keluarga. Sementara sebagian dari kita sudah melupakan nilai-nilai tertentu puasa Ramadhan.
Pekanbaru, Juli 2013

Tidak ada komentar: