Tunjangan Hari Raya selalu menjadi topik pembicaraan di bulan
Ramadhan. Terutama pada hari-hari menjelang berakhirnya ibadah puasa wajib itu.
Tunjangan Hari raya disingkat dengan THR. Istilah ini sangat populer. Anak
kecil juga tahu.
THR berkaitan erat dengan Ramadhan. Berarti memiliki hubungan
erat dengan puasa. THR muncul seiring dengan puasa. Sepertinya, THR sudah
menjadi hal penting yang berkaitan dengan puasa Ramadhan. Begitu pentingnya,
pemerintah ikut mengatur. Bahkan memberi sanksi jika ada pihak perusahaan yang
tidak membayarkan THR karyawan. Dikalangan karyawan, THR juga dianggap penting.
Jika tidak ada kejelasan pembayaran THR, maka tuntutan pun dilakukan.
Ketika masih aktif bekerja di sebuah kantor dulu, saya selalu
menemukan sebuah fenomena yang berhubungan dengan THR. Sekelompok anak-anak (5
atau 6 orang) datang ke kantor dan meminta THR. Mereka berkeliling dari satu
ruangan ke ruangan lainnya. Hal itu merupakan sebagian aktifitas menghadapi
hari raya.
Melihat berbagai aktifitas yang berhubungan dengan THR, saya
jadi berfikir. Begitu pentingkah THR. Begitu pentingkah merayakan Idul Fitri
dengan penggunaan dana dalam jumlah tertentu sehingga harus sibuk memikirkan
dan mencari tambahan dana? Lalu, dimana makna puasa? Bukankah puasa artinya
menahan diri, melawan hawa nafsu.
Masih pentingkah THR. Apakah tanpa THR kita tidak dapat
menyambut hari kemenangan dengan lebih baik sesuai dengan makna puasa? Akan
berkurangkah kebahagiaan di hari Idul Fitri tanpa THR?
Dalam kenyataan, pada umumnya THR akan menambah belanja konsumtif.
Manambah anggaran makan, minum, pakaian dan lain-lain. Padahal sebulan kita
dilatih menahannya. Kemana perginya hasil latihan itu? Atau, kita memang tidak
perduli dengan makna puasa. Yang penting hari raya membutuhkan banyak dana.
Salah satu sumbernya adalah THR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar