Rabu, 03 Juli 2013

Masih Pentingkah Tunjangan Hari Raya (THR)

Tunjangan Hari Raya selalu menjadi topik pembicaraan di bulan Ramadhan. Terutama pada hari-hari menjelang berakhirnya ibadah puasa wajib itu. Tunjangan Hari raya disingkat dengan THR. Istilah ini sangat populer. Anak kecil juga tahu.

THR berkaitan erat dengan Ramadhan. Berarti memiliki hubungan erat dengan puasa. THR muncul seiring dengan puasa. Sepertinya, THR sudah menjadi hal penting yang berkaitan dengan puasa Ramadhan. Begitu pentingnya, pemerintah ikut mengatur. Bahkan memberi sanksi jika ada pihak perusahaan yang tidak membayarkan THR karyawan. Dikalangan karyawan, THR juga dianggap penting. Jika tidak ada kejelasan pembayaran THR, maka tuntutan pun dilakukan. 

Ketika masih aktif bekerja di sebuah kantor dulu, saya selalu menemukan sebuah fenomena yang berhubungan dengan THR. Sekelompok anak-anak (5 atau 6 orang) datang ke kantor dan meminta THR. Mereka berkeliling dari satu ruangan ke ruangan lainnya. Hal itu merupakan sebagian aktifitas menghadapi hari raya.

Melihat berbagai aktifitas yang berhubungan dengan THR, saya jadi berfikir. Begitu pentingkah THR. Begitu pentingkah merayakan Idul Fitri dengan penggunaan dana dalam jumlah tertentu sehingga harus sibuk memikirkan dan mencari tambahan dana? Lalu, dimana makna puasa? Bukankah puasa artinya menahan diri, melawan hawa nafsu. 

Masih pentingkah THR. Apakah tanpa THR kita tidak dapat menyambut hari kemenangan dengan lebih baik sesuai dengan makna puasa? Akan berkurangkah kebahagiaan di hari Idul Fitri tanpa THR?

Dalam kenyataan, pada umumnya THR akan menambah belanja konsumtif. Manambah anggaran makan, minum, pakaian dan lain-lain. Padahal sebulan kita dilatih menahannya. Kemana perginya hasil latihan itu? Atau, kita memang tidak perduli dengan makna puasa. Yang penting hari raya membutuhkan banyak dana. Salah satu sumbernya adalah THR.

Tidak ada komentar: