Rabu, 19 Juni 2013

Melaksanakan Ibadah Haji Dan Kemudahannya


Dari media massa saya dapatkan informasi, bahwa ada jemaah yang kopernya dibongkar petugas di bandara karena terlihat membawa batu krikil. Boleh jadi, hal itu dilakukan oleh jemaah tersebut karana khawatir tidak mendapatkan batu di Musdalifah. Padahal batu itu sangat dibutuhkan untuk melontar jumrah. 

Kekhawatiran tidak dapat melaksanakan ibadah haji dengan baik, saya alami juga ketika akan berangkat haji pertama kalinya. Padahal sahabat yang sudah dua kali berhaji, berusaha meyakinkan saya bahwa tidak banyak kesulitan dalam pelaksanakan haji itu. Ikuti saja kegiatannya dengan sungguh-sungguh dan tidak usah panik.


Ternyata semua yang disampaikan sahabat  itu benar adanya. Walaupun berada ditengah-tengah banyaknya manusia, tidaklah sesulit yang dibayangkan. Atur saja waktu beraktivitas. Misalnya, ke toilet atau kamar mandi. Usahakan tidak dekat dengan waktu shalat. Karena, jika sudah dekat waktu shalat, banyak sekali yang membutuhkannya. Antrian bisa cukup panjang.

Ada beberapa hal yang menjadi kekhawatiran saya waktu itu. Setelah di Masjidil Haram saya baru tahu bahwa Safa dan Marwa itu tidak jauh dari Ka’bah. Tidak ada kesulitan untuk Sa’i. Saya juga baru tahu bahwa jumlah batu di Musdalifah itu sangat banyak dan mudah menemukannya. Hanya butuh waktu beberapa menit. Padahal waktu yang tersedia cukup lama.

Ketika melontar, saya juga tidak mengalami kesulitan. Jumrah itu sudah berbentuk dinding tembok besar (sekitar 20 meter). Dapat melontar dari kedua sisinya. Waktu itu melontar dapat dilakukan di dua lantai. Sekarang sudah 5 lantai.  Areal disekitar jumrah juga cukup luas. 

Setelah melontar, memang perlu sedikit hati-hati melihat rambu-rambu untuk pulang ke tenda. Semua tenda itu hampir sama bentuknya. Saya menemukan beberapa orang jemaah yang tersesat dan kebingungan. Menurut saya, hal itu terjadi karena kelalaian memperhatikan tanda-tanda. Setiap kelompok tenda, ada nomornya. Nomor ini cukup mudah dilihat. Salah satu cara agar tidak tersesat, ketika akan menuju tempat melontar, selalulah memperhatikan tanda-tanda tersebut. Setelah berjalan beberapa meter, berbaliklah dan melihat jalan yang sudah dilalui. Jadikan bangunan atau nomor/tulisan besar yang ada dipinggir jalan sebagai tanda/patokan. Langkah ini sangat berguna, ketika pulang kita sudah memiliki panduan.

Selalu membuat tanda/patokan ini benar-benar saya rasakan manfaatnya. Waktu-waktu luang setelah melaksanakan ibadah di masjid, selalu  saya manfaatkan untuk berjalan-jalan. Banyak tempat disekitar Mekah dan Madinah yang sempat saya kunjungi bersama isteri dengan berjalan kaki. Dari Gua Hira, kami berjalan kaki ke Masjidil Haram. Bahkan pada malam hari pun, kami sempatkan berjalan kaki dari Masjidil Haram ke Aziziah Simaliyah yang jaraknya sekitar 5 km. Selesai shalat subuh di Masjid Nabawi, kami gunakan waktu untuk berkeliling kota Madinah. 

Tersesat pernah. Tetapi tidak jauh-jauh dan tidak panik.  Setelah kehilangan tanda/patokan, kami kembali kepangkal jalan. Memperhatikan tanda/patokan dengan lebih cermat lagi. Melaksanakan ibadah dengan sungguh-sungguh, selalu berdo’a memohon pertolongan dan ampunan-Nya, serta menjauhkan diri dari takabur, membuat ibadah haji memiliki nilai dan kesan tersendiri.





Tidak ada komentar: