Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 km dengan menggunakan
sepeda motor, saya berhenti di Danau Bengkuang. Danau Bengkuang adalah nama
sebuah desa di Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Saya langsung memesan secangkir
kopi hitam, sedangkan isteri saya memesan kopi susu. Kami memilih warung yang
lokasi nya memungkinkan kami melihat lalu-lintas kendaraan. Dikiri dan kanan
jalan Danau Bengkuang ini terdapat beberapa warung penjual lepat bugis.
Minum kopi sambil melihat-lihat lalu lintas kendaraan, merupakan
aktivitas yang memberi kenyamanan bagi kami. Sebuah rekreasi dengan biaya
relatif murah dan mudah melakukannya. Sudah beberapa kali kami mengunjungi desa
Danau Bengkuang hanya untuk minum kopi dan makan lepat bugis. Kami sangat
menikmati rekreasi tersebut.
Minum kopi merupakan kesukaan banyak orang, termasuk saya.
Pemilihan tempat dan suasana minum kopi, tentu berbeda. Ada yang suka minum
kopi ramai-ramai sambil ngobrol. Ada yang minum kopi sambil membaca koran. Dan
banyak cara lainnya.
Suatu pagi, seorang teman mengajak saya minum kopi ke sebuah
kedai kopi ternama di kota ini. Terdorong keinginan untuk mengetahui suasana
dan rasa kopi yang “dipromosikan” teman tersebut, saya penuhi ajakannya.
Ternyata, didalam kedai kopi cukup ramai. Rasa kopinya lumayan enak, namun saya
kurang menikmati suasananya. Bagi saya, suasana ramai sering tidak memberi
kenyamanan. Apalagi jika banyak asap rokok.
Bagi saya, kenikmatan
secangkir kopi itu, tidak hanya soal rasa kopinya. Tetapi juga suasana
ketika menikmati kopi itu. Bahkan, suasana/lingkungan lebih besar pengaruhnya
daripada rasa kopi. Beberapa kesempatan minum kapi yang sudah lama berlalu,
dapat saya ingat dengan baik.
Suatu kali, ketika melewati jalan raya Alas Roban di sore
hari, saya dan keluarga berhenti sejenak diwarung pinggir jalan untuk sekedar
minum kopi. Walaupun kopinya hanya kopi saset, tetapi kondisi lingkungan warung
dan ramainya lalu lintas terutama truk, menjadikan minum kopi itu memiliki arti
tersendiri. Warung kecil itu sangat sederhana. Tempat duduknya terbuat dari
bambu dan berada dibawah pepohonan.
Ketika bertugas di Tanjungpinang, saya beberapa kali
menyeberang ke Telaga Punggur hanya untuk minum secangkir kopi. Telaga Punggur
merupakan pelabuhan bagi kapal cepat (fery) dan speedboat yang menghubungkan
Tanjungpinang dan Batam. Minum secangkir kopi sendirian sambil melihat lalu
lalang orang-orang di pelabuhan itu, merupakan kenyamanan tersendiri bagi saya.
Padahal, harga tiket feri (kapal cepat) PP itu jika digunakan untuk minum kopi
di Tanjungpinang, cukup untuk beberapa hari.
Awal-awal bertugas dikota ini, saya selalu singgah dulu
disebuah warung sebelum ke kantor. Di warung itu, pagi-pagi sudah ada koran
lokal. Saya minum secangkir kopi sambil membaca koran. Harga secangkir kopi
sama dengan harga koran. Jadi, saya tidak perlu berlangganan koran lagi.
Menjelang apel pagi, saya sudah menikmati kopi dan juga sudah memperoleh
berbagai informasi. Kadang, dapat juga informasi tambahan dari menejemen
warung.
Sekitar tiga tahun belakangan ini, saya menemukan formula
baru untuk dapat marasakan nikmatnya minum secangkir kopi. Ternyata, kopi
terasa semakin nikmat jika diminum sambil menggunakan pikiran. Artinya, disaat
kita berfikir dan ditemani secangkir kopi, berfikirnya lebih lancar, kopinya
terasa lebih enak.
Setiap pagi, saya berusaha menulis. Walaupun tidak
mentargetkan tulisan itu selesai dalam satu hari. Menulis diselingi dengan minum kopi hangat,
memiliki kenikmatan tersendiri. Soal rasa kopinya, saya tidak pilih-pilih,
walaupun saya dapat membedakannya. Mau kopi bermerek, kopi impor, kopi khusus
dari daerah tertentu, atau kopi beli diwarung dekat rumah, semuanya terasa
enak.
Pekanbaru, April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar