Suatu malam di sebuah rumah, seorang anak usia tiga tahun
sedang menyimak sebuah suara. “ting...ting...ting! ting...ting...ting”. Pikiran
dan matanya menerawang ke isi rumah. Tapi, tak satupun yang pas jadi jawaban .
“ Itu suara pedagang bakso keliling, Nak”, suara sang ibu menangkap kebingungan
anaknya. “Kenapa ia melakukan itu bu? Tanya sang anak polos. Sambil senyum, ibu
itu menghampiri.” Itulah isyarat. Tukang bakso Cuma ingin bilang ‘Aku ada
disekitar sini”, jawab si ibu lembut.
Beberapa jam setelah itu, anak kecil tadi lagi-lagi menyimak
suara asing. Kali ini berbunyi beda. Persis seperti klakson kendaraan. “
teeet...teeet...teeet”. Ia melongok lewat jendela. Sebuah gerobak dengan lampu
petromak tampak didorong seseorang melewati jalan depan rumahnya. Lagi-lagi
anak kecil itu bingung. Apa maksud suara itu, padahal tak ada suatu pun yang
menghalangi jalan. Kenapa mesti membunyikan klakson. “sember lagi ..” gumam si
anak.
“ Anakku. Itu tukang sate ayam. Suara klakson itu isyarat. Ia
pun Cuma ingin mengatakan, ‘ Aku ada didekatmu! Hampirilah”, Ungkap sang ibu
lagi-lagi menangkap kebingungan anaknya. “ Kok Ibu tahu? Kilah si anak lebih
serius. “ Nak, bukan Cuma ibu yang tahu. Semua orang dewasa pun paham itu. Simak
dan pahamilah. Kelak, kamu akan tahu isyarat-isyarat itu”, ucap si ibu penuh
perhatian.
Cerita diatas saya kutip dari Bulletin Tafakuran Bandung. Ada
pengajaran yang patut kita ambil dari kisah ini. Orang-orang dewasa paham
maksud dari sebuah simbol. Seharusnya pemahaman itu teraplikasi didalam
perilaku keseharian. Buah dari perilaku paham simbol-simbol itu adalah sebuah
kehidupan yang nyaman ditengah masyarakat.
Setiap orang dewasa yang membawa kendaraan tentu memahami
bahwa lampu merah menyala berarti harus berhenti. Jika terus mengemudikan
kendaraannya karena tidak ada polisi, itu namanya tidak mengaplikasikan
pemahaman akan simbol. Hal ini hanya sebuah contoh kecil. Jika aplikasi yang
tidak sesuai simbol itu terus berlanjut, maka anak-anak menjadi bingung.
Mungkin inilah yang terjadi di negeri ini. Banyak perilaku
orang-orang dewasa tidak sesuai simbol. Anak-anaknya mencontoh perilaku itu. Tidak
sulit menemukan perilaku yang tidak mentaati simbol. Apalagi simbol-simbol
berlalu lintas. Rambu-rambu lalu lintas sebagai simbol dilarang atau harus,
seakan tidak ada artinya bagi sebagian pengguna/pengemudi kendaraan. Akibatnya, tidak mudah menemukan kenyamanan.
Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahun dan tekologi,
semakin banyak pula fasilitas dan
kemudahan. Namun tidak semua fasilitas
dan kemudahan itu dapat dinikmati dengan baik. Penyebabnya adalah perilaku
sebagian orang-orang dewasa tidak sesuai dengan simbol-simbol yang berhubungan
dengan fasilitas. Contohnya, ATM adalah faslitas untuk memudahkan dan
mempercepat pengambilan atau pengiriman uang, tetapi ada saja orang-orang yang
berlama-lama di depan ATM. Bahkan ada yang menghitung uangnya tanpa
memperdulikan orang-orang yang antri.
Entah sampai kapan perilaku tidak perduli simbol ini berlangsung.
Merobah perilaku orang-orang dewasa agar selalu mentaati simbol, bukan
pekerjaan mudah. Oleh sebab itu, kita perlu mempersiapkan diri untuk familiar
dengan ketidak nyamanan.
(Bandung, Juni 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar