Suatu hari, Syuraih bin al–Harits al-Kindi kedatangan Amirul
Mukminin ‘Umar bin Khattab bersama seorang penjual kuda. Keduanya bermaksud
mengadukan permasalahan yang sedang mereka hadapi dan meminta Qadhi (hakim)
Syuraih untuk memutuskannya.
Syuraih mempersilakan si penjual kuda untuk menjelaskan
maksud kedatangannya. Lalu ia menjelaskan bahwa suatu hari Khalifah ‘Umar
membeli seekor kuda darinya. Namun, selang beberapa hari ‘Umar mengembalikan
kuda tersebut dan menuntut ganti rugi.
Setelah mendengar penjelasan sipenjual kuda, Syuraih kemudian
mempersilakan Khalifah Umar untuk memberikan penjelasan. “Umar yang mengangkat
Syuraih jadi hakim ini pun menjelaskan bahwa ia mengembalikan kuda tersebut dan
menuntut ganti rugi , karena kuda itu berpenyakit dan cacat sehingga larinya
tidak kencang.
Syuraih kembali mempersilakan si penjual kuda untuk
memberikan jawaban. “ Saya tidak menerima alasan Khalifah Umar, karena saya
menjual dalam keadaan sehat dan tidak cacat,” Kata penjual kuda menyanggah.
Syuraih kemudian bertanya kepada Umar:” Apakah benar ketika
Anda membeli kuda itu keadaannya sehat dan tidak cacat? Umar menjawab
singkat;”Benar”.
Syuraih pun segera memberikan putusan terhadap perkara
tersebut. Ia menyatakan bahwa Umar tidak berhak meminta ganti kepada si penjual
kuda karena ketika bertransaksi, kuda itu dalam keadaan sehat dan tidak cacat.
Ia kemudian berkata kepada Umar:” Peliharalah apa yang Anda
beli. Atau jika ingin mengembalikannya, kembalikanlah seperti ketika Anda
menerimanya”. Mendengar keputusan Syuraih, Umar bertanya:” Benarkah itu
keputusan Anda? Syuraih mengangguk pasti.
Umar memandang kagum Syuraih lantas berkata:” Beginilah
seharusnya putusan itu, ucapan yang pasti dan keputusan yang adil. Pergilah
Anda ke Kufah, aku telah mengangkatmu sebagai hakim disana.
(Sumber: Suara Hidayatullah, Oktober 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar