Kehidupan akan terasa semakin bermakna dengan hadirnya orang
lain disekitar kita. Namun, ada baiknya bijaksana dalam menjalin hubungan
sesama warga. Sebagai manusia yang cerdas, setiap kita tentu memiliki cara
menjalani kehidupan. Boleh jadi, cara itu tidak sama dengan orang lain.
Apapun yang kita lakukan, akan memunculkan tanggapan dari
orang-orang disekitar. Perlu kecermatan
dalam mensikapi tanggapan itu. Tidak semua “kata orang” layak diikuti. Sebab,
“kata orang” itu dapat berbeda antara orang yang satu dengan orang lainnya.
Jadi, akan ada kesulitan jika berusaha berbuat menurut “kata orang”.
Untuk dapat memilah dan memilih “kata orang”, kita sepatutnya
memiliki tata nilai sendiri. Tata nilai inilah yang menjadi penyaring.
Sepanjang “kata orang” itu sesuai dan sejalan dengan tata nilai, boleh saja
diikuti. Tetapi, kata orang yang tidak sesuai, abaikan saja. Tata nilai yang
paling cocok dan tepat adalah ajaran agama.
Ada sebuah kisah tentang “kata orang” yang saya kutip dari
Uswah, Bulletin Dakwah & Informasi Pusdai Jawa Barat. Kisah ini patut di
jadikan acuan dan diambil hikmahnya.
Dalam sebuah riwayat diceritakan, pada suatu hari Luqman
Hakim telah masuk kedalam pasar dengan menaiki seekor himar, manakala anaknya
mengikuti dari belakang. Melihat tingkah laku Luqman itu, setengah orangpun
berkata : “ Lihat itu orang tua yang tidak bertimbang rasa, sedangkan anaknya
dibiarkan berjalan kaki.”
Setelah mendengarkan desas desus dari orang ramai, maka Luqman
pun turun dari himarnya lalu diletakkan anaknya diatas himar itu. Melihat yang
demikian, maka orang dipasar itu berkata pula :” Lihat, orang tuanya berjalan
kaki sedang anaknya seenaknya menaiki himar itu, sungguh kurang adab anak itu.”
Sebaik sahaja mendengar kata-kata itu, Luqman pun terus naik
ke atas belakang himar bersama-sama dengan anaknya. Kemudian orang ramai pula
berkata lagi :” Lihat itu dua orang menaiki seekor himar, adalah sungguh
menyiksa himar itu.”
Oleh karena tidak suka mendengar percakapan orang, maka
Luqman dan anaknya turun dari himar. Kemudian terdengar lagi suara orang
berkata : “ Dua orang berjalan kaki, sedangkan himar itu tidak dikendarai”.
Dalam perjalanan mereka pulang kerumah, Luqman Hakim telah
menasehati anaknya tentang sikap manusia dan ucapan mereka., katanya :”
Sesungguhnya tiada terlepas seseorang itu dari percakapan manusia. Maka orang
yang berakal tiadalah dia mengambil pertimbangan melainkan kepada Allah SWT
saja. Barang siapa mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangannya dalam tiap-tiap
satu.”
Kemudian Luqman Hakim berpesan kepada anaknya, katanya :”
Wahai anakku, tuntutlah rezki yang halal supaya kamu tidak menjadi fakir.
Sesungguhnya tiadalah orang fakir itu melainkan tertimpa kepadanya tiga
perkara, yaitu tipis keyakinannya (iman) tentang agamanya, lemah akalnya (mudah
tertipu dan diperdayai orang) dan hilang kemuliaan hatinya (kepribadiannya),
dan lebih celaka lagi daripada tiga perkara itu ialah orang-orang yang suka
merendah-rendahkan dan meringan-ringankannya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar