Seharusnya kita berperilaku seperti
orang yang terjepit ibu jarinya, lalu dia sibuk menghitung semua jari yang
tidak terjepit, dan dengan penuh rasa syukur berkata: “ Alhamdulillah, sembilan
belas jari saya selamat. Untung ibu jari saja yang terluka”. Begitupun tatkala
dompet seorang pemuda hilang, sesudah berucap innalillahi wa innailaihi
roji’un, dia pun segera berucap Alhamdulillah, untung yang hilang hanya
dompetnya saja tidak dengan celananya. Ketika dioperasi usus buntu, maka ahli
syukur akan merasa beruntung karena dari
saluran isi perutnya yang banyak ragam dan macamnya hanya ususnya saja yang
sakit, itupun hanya yang buntunya saja.
Ketika masuk kerumah dan tercium bau
kotoran kucing, maka diapun bersyukur, berarti hidungnya masih normal, masih
bisa membedakan mana yang harum, mana yang bau. Coba bayangkan sendiri
andaikata hidung kita tidak mampu membedakan bau-bauan, kan sangat repot
jadinya. Pendek kata, siapapun yang lebih sibuk melihat dengan
proporsional nikmat yang lebih banyak yang
harus disyukuri dan dibandingkan dengan musibah yang pasti kecil dan lebih
sedikit dibanding nikmat yang ada,
niscaya kesulitan apapun yang dihadapi akan terasa jauh lebih ringan atau
bahkan menjadi bagian yang dinikmati pula.
Maka untuk urusan dunia tengoklah
selalu kebawah, niscaya kita akan merasa sudah mendapat banyak dan melimpah.
Dan tidak perlu kita ingin selalu tampak lebih daripada keadaan sebenarnya,
semua ini akan menyiksa hidup kita, hiduplah dengan menerima kenyataan apa
adanya, sambil secara bertahap kita berupaya meningkatkan taraf hidup kita.
Oleh karena itu, orang yang ingin
dapat menikmati hidup ini dengan baik dan juga dijamin akan dicukupi nimat lainnya
oleh Alloh. Hendaknya menyadari bahwa nikmat yang sesungguhnya bukan dari ada
dan tiada, melainkan dari sikap terhadap ada dan tiada. Syukurilah apapun yang
diberikan Alloh tanpa harus kecewa dan keluh kesah, dan ikhtiarlah lebih
sungguh-sungguh lagi dengan hati yang lapang, niscaya Alloh tidak akan pernah
mengecewakan hamba-Nya yang ahli bersyukur.
Dan ingat baik-baik, bagus, cocok
untuk orang lain belum tentu maslahat untuk setiap orang, yakinlah ada
takdirnya masing-masing.
Sesungguhnya kita sangat sering
berlaku tidak adil kepada diri kita sendiri juga terhadap nikmat yang diberikan
Alloh, yaitu diantaranya dengan salah memandang nikmat dan musibah, akibatnya
begitu banyak kejadian yang membahagiakan justru kita sikapi secara salah
sehingga menjadi sesuatu yang menyedihkan.
(Sumber: Syukur Mengundang Nikmat,
KH. Abdullah Gymnastiar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar