Senin, 12 Desember 2011

Mengunjungi Desa Tandun Propinsi Riau (kenangan masa kecil)


Desa Tandun termasuk dalam wilayah Kecamatan Tandun, Kabupaten Rokan Hulu, Propinsi Riau. Terletak di jalan raya lintas Pekanbaru-Rokan Hulu. Jalan raya ini menghubungkan Propinsi Riau dengan Propinsi Sumatera Utara.

Jarak Pekanbaru ke Tandun sekitar 130 km. Dapat ditempuh selama lebih kurang tiga jam dengan kendaraan bermotor. Kondisi jalannya lumayan bagus.

Sampai dengan tahun 1970 an, jalan ini mengalami rusak berat dari Rantau Berangin sampai ke Pasir Pengarayan (sekarang ibukota Kabupaten Rokan Hulu) dan perbatasan Sumatera Utara.  Sulit dilewati kendaraan bermotor. Banyak warga yang memilih berjalan kaki dari/ke Rantau Berangin. Jaraknya dari Tandun sekitar 30 km. Saya sendiri ikut mengalaminya.

Saya pernah menghabiskan masa sekolah selama setahun di desa Tandun. Itu terjadi sewaktu ada peristiwa PRRI. Orang tua saya yang berdomisili di Pekanbaru, memilih mengungsi ke Tandun. Nenek saya menetap disini. Waktu itu saya klas 1 Sekolah Rakyat (sekarang Sekolah Dasar).

Suasana pedesaan sangat saya nikmati. Pergi sekolah bersama teman-teman jalan kaki. Sekolah kami terletak diseberang sungai. Jika air sungai surut, kami menyeberang masuk sungai, walaupun ada jembatan. Air sungai jernih, kelihatan dasarnya yang terdiri dari batu napal.

Libur sekolah, saya habiskan diladang nenek. Seingat saya, pohon padinya lebih tinggi dari saya. Rumah diladang itu terbuat dari kerangka kayu, lantai dan dinding kulit kayu, sedang atap dari daun rumbia/nipah. Berbentuk rumah panggung. Malam hari, didekat rumah sering dinyalakan api.

Disamping padi, nenek juga menanam sayur seperti kacang panjang, terung dan cabe. Ada juga tebu, terung asam, rimbang, pisang. jagung dan lain-lain. Semua kebutuhan makan sehari-sudah tersedia. Tinggal ambil di ladang, kecuali garam, gula dan kopi. Diladang itu, terdapat pula sebuah anak sungai kecil. Airnya jernih dan banyak ikannya. Disungai itulah kami mandi dan mengambil air untuk keperluan memasak. Sering juga kami mengambil ikan-ikan kecil untuk tambahan menu. Jarak ladang ini sekitar satu jam perjalanan melalui hutan dan kebun karet. Menamam padi dilakukan sekali setahun. Setelah dua kali ditanami, berpindah kelokasi lain. Bekas ladang ini ditanami nenek dengan karet.

Setiap hari Kamis, disini ada pasar. Penduduk Tandun, menghentikan aktivitas berladang. Kesibukan beralih ke sebuah pasar tradisional. Dipasar ini dijual berbagai kebutuhan rumah tangga. Ada  juga penjual pakaian dan makanan ringan seperti roti. Makanan ringan dan roti ini tidak banyak pilihan. Jarang sekali penjual daging dan ayam.

Nenek  memiliki banyak kebun karet. Hari kamis itu, para penderes (disini disebut pemotong) karet menyetorkan hasilnya. Karet ini ditimbang dan kemudian dibeli oleh pengepul. Hasil penjualan itu dibagi. Sepertiga untuk pemilik kebun dan dua pertiga untuk penderes. Setiap hari pasar, rumah nenek yang terletak dekat pasar, selalu ramai.

Setelah keadaan dirasa aman, setahun kemudian orang tua saya kembali ke Pekanbaru. Peristiwa ini sudah sangat lama berlalu. Namun, masih selalu dapat saya ingat. Kebahagiaan masa kecil disebuah desa bernama Tandun.

Saya merasa beruntung, sempat menikmati hari-hari disebuah desa dan ladang. Tidak mudah memperoleh kesempatan seperti itu dimasa sekarang ini. Ladang sudah tidak ada. Air sungai tidak lagi jernih sehingga anak-anak lebih memilih kolam renang untuk bermain. Anak-anak tidak lagi berteman dengan alam sekitar. Lebih banyak menghabiskan waktu bersama peralatan elektronik dan mengunjungi mall.
Pekanbaru, 8 Desember 2011           

Tidak ada komentar: