Suatu pagi di Tokyo International
Centre ( JICA Tokyo). Penghuninya dari berbagai bangsa/negara. Pada waktu
sarapan, suasana ramai terlihat di satu ruangan besar. Masing-masing memiliki
gaya tersendiri, namun menyatu dalam sebuah kepentingan. Memilih makanan dan
minuman.
Contoh makanan ada di etalase.
Lengkap dengan harganya. Ada label halalnya juga. Minuman antara lain air
putih, kopi, teh dan teh hijau. Orang
Jepang menyebut teh hijau dengan Japanese tea. Saya belum sempat melihat
perkebunan teh disana.
Pagi itu, saya memilih untuk
sarapan pakai roti bakar. Dengan penuh keyakinan, tanpa membaca petunjuknya, saya masukkan roti ke pemanggang. Seseorang
yang punya keinginan sama, juga ikut memasukkan rotinya. Setelah itu kami
sama-sama berdiri dan menunggu. Basa
basi ala kadarnya, sekedar say hallo. Cukup lama juga menunggu, tapi rotinya
tak keluar juga.
Tiba-tiba ada seorang wanita,
sambil mengucapkan “excuse me” dia menekan sesuatu dialat pemanggang roti itu
dan berlalu. Seperti di komando, kami
mengangguk dan mengucapkan ‘ thank you’. Tak lama kemudian roti kami keluar dan
matang. Sambil senyum-senyum, kami mengambil roti masing-masing.
Ada rasa malu juga waktu itu.
Untungnya, rasa malu itu terbagi dua. Saya tidak sendiri. Ada orang lain, dari
negara lain yang belum familiar dengan pemanggang roti. Untungnya lagi, ada
seorang dari negara lain lagi, bersedia membantu. Kalau tidak, berapa lama kami
harus berdiri menunggu roti yang tak matang-matang. Sejak saat itu, saya selalu
membaca dulu petunjuk sebelum menggunakan
alat apapun.
Pekanbaru, 10 Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar