Ketika membolak balik halaman Suara Hidayatullah Edisi
Desember 2011, saya tertarik dengan sebuah kisah. Kisah itu merupakan bagian
dari tulisan berjudul “ Resah Bila Orang Lain Susah”. Sebuah kisah tentang
sikap mulia seseorang yang mengutamakan berbagi kepada orang lain daripada
memenuhi keinginan diri sendiri. Kisah itu adalah :
Suatu ketika Ibnu Mubarak hendak menjalankan ibadah haji. Semua perbekalan telah lama ia kumpulkan sampai benar-benar siap berangkat. Belum lama beranjak dari kampungnya, ia menyaksikan sesuatu yang menarik perhatian. Seorang wanita renta sedang mengais-ngais ditempat sampah, mengambil sesuatu, lalu memasaknya. Ketika ditanya apa yang ia masak, wanita tersebut menjawab:” Ini haram bagimu tapi halal bagiku”. Setelah diselidiki, makanan tersebut ternyata bangkai seekor ayam. Ia terpaksa memasaknya karena keadaan darurat. Ia sudah tiga hari tidak makan.
Melihat keadaan tersebut, Ibnu Mubarak langsung menggagalkan
niat berangkat ke Makkah. Ia serahkan seluruh perbekalannya kepada sang nenek.
Beberapa waktu setelah kejadian itu, suatu malam, Ibnu Mubarak dikejutkan oleh
datangnya mimpi, seseorang datang dan berkata:” Hajjan mabruran, wa sa’yan
masykuran, wa dzanban maghfuran (hajimu mabrur, sa’i mu diterima dan dosamu
diampuni”)...
Bagi kita, bukan keputusan mudah untuk membatalkan kesempatan
berhaji ataupun kesempatan-kesempatan lainnya hanya untuk memenuhi kebutuhan
orang lain. Apalagi orang lain itu tidak ada hubungan keluarga, hubungan
pekerjaan ataupun hubungan lainnya. Hanya orang-orang berhati mulia sanggup
berbuat demikian. Boleh jadi, setiap kali kesempatan datang sesuai dengan
keinginan, didalam hati kita ada bisikan, kesempatan baik tidak mungkin datang
dua kali. Inilah kesempatan untuk meraih kebahagiaan sebanyak-banyaknya. Untuk
orang lain, nanti saja.
Merasa berbahagia dapat berbuat untuk lain, sepertinya
merupakan pemikian yang tak biasa ditengah-tengah kehidupan. Berbagai fasilitas
untuk kehidupan sehari-hari sangat banyak tersedia. Semuanya itu menuntut kerja
keras untuk memperolehnya. Setelah bersusah payah mengumpulkan berbagai
fasilitas (uang, barang berharga dll) tersebut, tiba-tiba harus diberikan kepada
orang lain yang mengalami kesusahan dan sangat membutuhkan pertolongan, memang
bukan keputusan mudah.
Kebahagiaan adalah rasa. Terkadang tidak sejalan dengan
nalar. Tidak identik dengan banyaknya
fasilitas. Melihat orang lain terbebas dari kesulitan setelah kita dengan tulus
mengulurkan tangan memberikan bantuan, hanya bisa dirasakan. Jika ingin selalu
merasakan kebahagiaan sesungguhnya, selalulah berbagi dengan tulus.
Pekanbaru, Februari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar