Ada fenomena baru dimasyarakat. Sepeda Motor sudah
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Bahkan, terkadang untuk hal-hal yang
kurang pentingpun, selalu menggunakan sepeda motor. Anak-anak dibawah umur,
sering terlihat mengendarai sepeda motor. Lebih ironis lagi, seorang ayah atau
seorang ibu digonceng oleh anaknya yang masih dibawah umur.
Dahulu, ibu-ibu kewarung dengan berjalan kaki. Sekarang tidak
lagi. Tidak heran bila didepan sebagian warung berjejer sepeda motor. Kadang
terkesan parkirnya asal-asalan dan dapat mengganggu pengguna jalan lainnya.
Mengalami kemajuan dibidang tehnologi memang sangatlah perlu.
Akan memberi banyak kemudahan kepada manusia. Kemajuan tehnologi dibidang
transportasi, telah banyak memberi kemudahan dalam bepergian. Jarak yang jauh
dapat ditempuh dalam waktu relatif singkat. Ada penghematan penggunaan waktu.
Fasilitas kredit, memberi kemudahan pula untuk memiliki
kendaraan. Sehingga tidak jarang dalam sebuah rumah tangga memiliki lebih dari
1 kendaraan. Terutama kendaraan roda dua.
Sayangnya, kemajuan pola pikir tidak secepat perkembangan
tehnologi. Kemajuan pola pikir juga kalah cepat dengan kemudahan memperoleh
fasilitas. Akibatnya, kesemrawutan terjadi dimana-mana. Ironisnya lagi, banyak
pengguna jalan betah dalam kesemrawutan itu. Mungkin juga terpaksa membetahkan
diri.
Kenapa saya katakan pola pikir tertinggal ? Di masa saya awal
bekerja dulu, sekitar tahun 1970 an, dikantor hanya ada satu sepeda motor.
Milik Kepala Kantor. Karyawan lainnya berjalan kaki. Karena itu, tidak perlu
dipikirkan tempat parkir. Sampai di kantor, langsung saja masuk ruangan. Begitu
juga apabila berada disuatu tempat (rumah sakit, pasar, rumah teman dan
lain-lain), tidak perlu memikirkan soal parkir, karena memang tidak pakai
kendaraan.
Sekarang, walau sudah menggunakan sepeda motor, tetapi banyak
juga yang berpola pikir seperti pejalan kaki. Sampai disuatu tujuan, parkir
kendaraan sembarangan, terus masuk keruangan. Parkir baru terlihat relatif rapi
jika ada petugas. Trotoar pun digunakan oleh pengendara sepeda motor dalam
berlalu lintas.
Dengan kemana-mana berjalan kaki, kita dapat berhenti dimana
saja dan suka-suka kita. Misalnya, ketemu teman ditrotoar, ya ngobrol sejenak
di trotoar. Melihat teman diseberang jalan, melambaikan tangan kepadanya.
Pengguna sepeda motor sekarang, ada juga yang berperilaku tidak jauh berbeda.
Ketemu teman sama-sama pengguna sepeda motor, ya ngobrol sambil jalan. Tidak
peduli pengguna jalan lainnya terganggu. Dipersimpangan, belok sesukanya.
Dilampu merah, mobil sudah berhenti, sepeda motor tetap saja nyelonong kedepan.
Bahkan tidak jarang menutup arus lalu lintas. Tidak perduli ada rambu-rambu
“belok kiri jalan terus”.
Kesemrawutan itu akan sempurna dipagi hari. Yang akan
kekantor dan kesekolah terburu-buru. Semua ingin duluan. Entah apa yang
dikejar. Seolah-olah waktu semenit sangat berharga. Padahal sesampai dikantor,
ada yang hanya ngobrol.
Sebetulnya, sangat jauh perbedaan menggunakan jalan raya
antara yang berjalan kaki dengan pemakai sepeda motor. Pejalan kaki tidak perlu
punya Surat Izin Mengemudi. Tidak perlu banyak membaca peraturan lalu lintas.
Bila sudah tahu tempat menyeberang jalan dan tempat berjalan, memadailah. Tidak
ada batas umur minimum. Berbeda halnya dengan pengguna sepeda motor. Perlu SIM.
Untuk mendapatkannya, ada tes mengemudi dan tes peraturan lalu lintas. Ada
batas umur minimum.
Ketika ingin belajar membawa kendaraan dulu, ayah saya
justreru membelikan buku tentang peraturan lalu lintas. Setelah kurang lebih 6
bulan, baru diizinkan belajar mengemudi. Bagi saya, hal itu sebuah pengajaran.
Penanaman dalam pikiran bahwa menggunakan kendaraan itu perlu mematuhi
peraturan lalu lintas. Perlu tahu tata cara mengemudikan kendaraan dengan baik.
Pola pikir itu tertanam terus sampai hari ini. . Anak sendiri, baru saya
izinkan membawa kendaraan setelah memiliki SIM. Pola pikir ini ternyata juga
turun ke anak saya. Walaupun dirumah ada sepeda motor, lebih baik mengantar dan
menjemput anak kesekolah. Cucu saya sekarang klas 2 SMP. Belum dapat izin
membawa kendaraan.
Saya sangat prihatin melihat orang tua membiarkan anaknya
membawa kendaraan, padahal masih anak- anak. Sejak dini sudah ditanamkan, bahwa
mengendarai kendaraan itu tidak perlu mengetahui dan mematuhi peraturan lalu
lintas. Pemikiran seperti itu akan sangat mudah tertanam dalam diri si anak.
Sebab, orang tuanya sendiri yang mengajarkan.
Apabila fenomena ini berlangsung terus, entah apa jadinya
lalu lintas negeri ini 10 atau 20 tahun kedepan. Boleh jadi, kita kembali ke
pola pikir dan kondisi awal yaitu berjalan kaki. Karena, sudah amat sangat
tidak nyaman menggunakan kendaraan dijalan raya. Itupun tidak mudah. Trotoar
juga tidak semuanya nyaman bagi pejalan kaki. Pengemudi motorpun memanfaatkan trotoar.
Tidak hanya untuk parkir, tetapi untuk berkendaraan.
Saya tidak bermaksud menggeneralisir. Masih banyak jumlah
pengguna jalan raya yang berusaha tertib dan menertibkan anggota keluarganya.
Semoga golongan ini makin bertambah banyak seiring dengan kemajuan tehnologi
yang terus berkembang. Kita memang tidak bisa membuat negeri ini lebih tertib.
Tetapi sangat bisa untuk tidak menambah kesemrawutannya. Oleh sebab itu, setiap
anggota keluarga yang ingin membawa kendaraan, berikan dulu pemahaman tentang ketentuan-ketentuan
berlalu lintas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar