Rabu, 06 Juni 2012

Menyikapi Musibah Dengan Arif

Dari media massa, dapat kita ketahui banyaknya terjadi musibah di negeri ini. Musibah datang dalam bentuk bencana alam, kecelakaan lalu lintas, wabah penyakit dan lain-lain. Berbagai macam pula sikap dan perilaku orang-orang ketika menghadapi musibah tersebut.

Ketika tertimpa musibah akibat kelalaian/perbuatan orang lain, tidak sedikit yang tidak dapat menahan amarah. Bahkan ada yang mencoba bertindak sendiri. Jika perkaranya sampai ke pengadilan, meminta agar pengadilan menjatuhkan hukuman yang berat kepada si pelaku.

Musibah tentu tidak diinginkan. Namun, jika musibah itu sudah menimpa diri atau keluarga, perlu disikapi dengan baik dan cerdas. Apalagi sebagai seorang yang beragama.

Ada sebuah kisah kecerdasan yang patut dijadikan bahan renungan ketika menghadapi musibah. Pada suatu ketika Qais bin Ashim sedang duduk dirumahnya, kemudian datanglah pelayan, seorang hamba sahaya perempuan dan membawa sebuah bejana dari besi yang disitu ada daging panggangnya. Tiba-tiba bejana itu tanpa disengaja jatuh dan mengenai puterinya yang masih kecil dan seketika itu pula ia meninggal dunia. Pelayan itu ketakutan sangat, tetapi Qais berkata :” Jangan engkau takut, engkau kini saya nyatakan sebagai seorang merdeka dan saya merdekakan untuk mengharapkan keridhaan Allah Ta’ala”. (Ihya Ulumuddin, Imam Alghazali-Bimbingan untuk mencapai tingkat mu’min).

Menuntut orang lain yang melakukan kesalahan agar mendapatkan hukuman, memang tidak salah. Namun, kearifan menghadapi kenyataan layak juga dimiliki. Ada ketentuan dari Yang Maha Kuasa yang tidak dapat kita tolak.
(Pekanbaru, Mei 2012)


Tidak ada komentar: